Puluhan pemimpin Pondok Pesantren pulau Madura dan ulama Jawa Timur yang tergabung dalam Assoum (Aliansi Solidaritas Untuk Muslim) menyatakan keprihatinannya yang mendalam atas tragedi evakuasi paksa Polri terhadap Amir Mejelis Mujahidin Indonesia, Ust. Abu Bakar Baasyir. Keprihatinan para kiai dan ulama tersebut disampaikan Selasa kemarin, (29/10/02) dalam pertemuan bersama di Masjid Jami’ Mujahidin Jalan Perak Surabaya. Para kiai dan ulama itu mengaku sedih dan kecewa terhadap cara-cara tidak elegan Polri dalam memperlakukan Abu Bakar Baasyir dengan cara yang dianggapnya ‘menculik’. “Itu tindakan yang sangat tidak manusiawi yang dipertontonkan aparat pada rakyat”, ujar juru bicara Assoum, Anshory. Pemimpin Pondok Pesantren Madura dan Surabaya yang hadir dalam acara itu antara lain; KH. Chazin Abdullah (PP. Darut Tauhid), KH. Moh. Munif (PP. Attauhid), KH. Saiful Hukama (PP. Nurut Tauhid), KH. A. Naufal Ashim (PP. Anuqoyyah Guluk-Guluk), KH. M. Bahriy Asrowie (PP. At-Tadzkir), KH. H. Tahir Safiuddin (PP. Sambi Ombin), KH. M. Amin Syuhud (PP. Akoordaya), KH. Dasuki, KH. Abd. Nukti, KH. Abd. Halim Z (PP. Salman), KH. Ahmad Qusayri, KH. Ahmad Arif (Pakong), KH. Moh. Lutfi Morsyid (Palengan), KH. Syamsul Arifin (Pamekasan), Kh. Agus Karim (Pamekasan), KH. M. Asnawi (Panaan), KH. Badruddin (Pamekasan), dan KH. Ali Karrar (PP. Misdat). Dalam pernyataan sikapnya di acara pertemuan itu, puluhan pemimpin Pondok Pesantren dan tokoh Islam Surabaya ini meminta Polri untuk tidak berlaku dzolim dan sewenang-wenang dalam memperlakukan kelompok Islam. Selain itu, para tokoh Islam ini meminta Megawati untuk tidak menjadi kaki tangan Amerika untuk memerangi Islam. “Ini sebuah kedholiman dalam dakwah”, lanjut KH. Saiful Hukamah, asal Pamekasan. Atas tragedi penculikan tersebut, para masyayyikh asal Madura dan Surabaya itu memberi gelar hari “G 28 O” sebagai hari dan bulan di tetapkannya penculikan Abu Bakar Baasyir. (Cha)