Betapapun juga, kehancuran Iraq akan menyisakan kesedihan mendalam bagi umat Islam tidak hanya di negeri seribu satu malam itu. Bahkan Islam di seluruh dunia. Wajar saja, di negeri kaya minyak ini, banyak menyimpan warisan sejarah Islam yang amat mahal harganya. Seperti halnya telah dicatat dalam sejarah kejayaan Daulah Abbasiyah, saat dibawah kepemimpinan Al-Mansyur, Basra dibangun menjadi sebuah negara yang amat indah tiada duanya di dunia. Konon, Al-Mansyur melakukan survei mendalam untuk penentuan lokasi ibukota. Dia mengirim staf untuk tinggal di sana guna membuat laporan keadaan wilayah itu di berbagai musim. Ia dikabarkan mendatangkan sekitar 100.000 pekerja dari berbagai daerah –Kufah, Basra, Mosul maupun Syria– untuk menjadi arsitek, tukang bangunan, juru pahat, pelukis untuk membangun tempat yang dulu dipakai sebagai peristirahatan Kaisar Kisra Anusyirwan. Sekitar tahun 762 Masehi, lahirlah kota Baghdad sebagai salah satu kota termegah di dunia saat itu.
Walau dianggap bertangan besi, Al-Mansyur dianggap sebagai tonggak pembangun kejayaan Abbasiyah. Alkisah, Baghdad ketika itu dibangunnya sebagai pusat peradaban Ilmu dan kesenian. Di Kufah, di masa Al-Mansyur, imam Abu Hanifah (700-767) diberinya tempat yang baik. Abu Hanifah berkesempatan untuk merumuskan hukum-hukum Islam, yang kemudian dikenal sebagai mazhab Hanafi. Sebuah mazhab yang sangat dipengaruhi kecenderungan kalangan intelektual muslim di Kufah: kuat dalam rasionalitas. Kemakmuran masyarakat terwujud pada masa khalifah Al-Mahdi (775-785). Program irigasi berhasil meningkatkan produksi pertanian berlipat kali. Jalur perdagangan dari Asia Tengah dan Timur hingga Eropa melalui wilayah kekhalifahan Abbasiyah berjalan pesat. Pertambangan emas, perak, besi dan tembaga, berjalan dengan baik. Basra di Teluk Persia tumbuh menjadi satu pelabuhan terpenting di dunia. Bersamaan dengan itu, ilmu pengetahuan tumbuh subur. Di Madinah, Imam Malik (713-795) juga menyusun fikih atau hukum Islam. Ia tak seperti Hanafi. Ia banyak menggunakan hadis secara langsung serta tradisi masyarakat Madinah. Puncak peradaban Islam terjadi pada masa Harun Al-Rasyid (786-809).
Bukan hanya kemakmurn masyarakat yang dicapai, namun juga pendidikan, kebudayaan, sastra dan lain-lain. Harun Al-Rasyid membangun rumah-rumah sakit, sekolah kedokteran, serta farmasi. Saat itu, diperkirakan terdapat 800 orang dokter. Ia juga membangun pemandian-pemandian umum. Istrinya membangun saluran air dari Taif untuk memenuhi kebutuhan air di Mekah yang tak cukup dipenuhi oleh sumur zamzam. Inilah saat dimana ilmu pengetahuan tumbuh pesat. Tradisi penelitian dan perpustakaan tumbuh semarak di mana Barat masih belum kenal banyak ilmu. Masa keemasan Bagdag dilanjutkan oleh Al-Ma’mun (813-833). Dia mendirikan banyak sekolah. Berbagai buku Yunani diterjemahkannya ke bahasa Arab. Ia mendirikan pula “Bait Al-Hikmah” -perpustakan sekaligus perguruan tinggi. Di masanya, Imam Syafi’i (767-820) serta Imam Ahmad bin Hanbal (780-855) juga menulis kitab fikih yang kemudian menjadi mazhab sendiri. Mazhab dengan pendekatan yang berada di antara mazhab Hanafi dan Maliki. Pemikir Islam yang mengedepankan rasionalitas, yang dikenal dengan sebutan Mu’tazilah, yakni Abu Huzail (752-849) dan Al-Nazam (801-835) juga melempar gagasannya pada periode ini. Hingga khalifah Al-Mutawakkil (847-861), Daulat Abbasiyah masih menampakkan kebesarannya. Di awal masa Bani Buwaih (945-1055), kemakmuran kembali berkembang di wilayah kekhalifahan Abbasiyah. Pembangunan gedung pun semarak. Industri karpet berkembang pesat. Intelektual bermunculan. Antara lain Ibnu Sina (980-1037), penulis Qanun fi Al-Thibb yang menjadi rujukan ilmu kedokteran Barat hingga kini. Juga Al Farabi yang wafat pada 950 Masehi dan Al-Maskawaih (wafat 1030 Masehi). Termasuk Imam Bukhari adalah seorang ulama yang brillian dan ahli hadist.
Tidak kurang dari 1.000 ahli hadits telah ditemuinya. Berkali-kali beliau mengadakan perjalanan ke Syam, Mesir, al-Jazierah, Basrah dan Kufah. Tidak kurang dari 600.000 buah hadits Nabi yang dihafal oleh Imam Bukhari. Hadits-hadits itulah yang kemudian dihimpunnya dalam bukunya Shahih Bukhari yang tersohor itu. Kegemilangan kota Bagdad juga lahir kembali di masa Sultan Maliksyah dan Nizham Al-Mulk sebagai Perdana Menteri. Nizham membangun Universitas Nizhamiyah pada 1065 di Baghdad. Inilah yang disebut model pertama universitas yang kini dikenal dunia. Di berbagai kota di Irak dan Khurasan didirikan cabang universitas ini. Nizham juga membangun Madrasah Hanafiah. Ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat. Banyak intelektual lahir pada masa ini. Diantaranya Zamakhzyari di bidang tafsir dan teologi, Qusyairi di bidang tafsir, Imam Al-Ghazali sebagai tokoh tasawuf, juga sastrawan Fariduddin Attar dan Omar Kayam. Itulah masa-masa keemasan Islam yang kemudian ilmu terus dicuri dan dikembangkan di negara-negara Barat dan Eropa hingga kini. Sayang, warisan itu harus hilang. Pada 1258, sekitar 200 ribu pasukan Mongol menyerang kota Baghdad di bawah komando Hulagu Khan. Khalifah Al-Mu’tashim menyerah. Khalifah dan seluruh pembesar istana dibunuh dan kota Baghdad dihancurkan. Seluruh kegemilangan yang dibangun oleh Al-Mansyur, dan kemudian juga oleh Harun Al-Rasyid itu luluh lantak. Baghdad kembali rata dengan tanah dan buku-buku sebagai gerbang ilmu pengetahuan dibuang ke laut. Namun kehancuran atas sisa-sisa warisan Islam itu akan kembali punah jika pasukan AS dan sekutunya terus membumihanguskan Iraq. (Cha, berbagai sumber)