Hidayatullah.com–Anak- anak korban bencana Aceh yang sekarang jumlahnya diperkirakan mencapai 50 ribu jiwa menuntut penanganan tersendiri, terutama menyangkut kelangsungan pendidikannya. Pondok Pesantren Hidayatullah yang ada di berbagai kota di Indonesia siap menampung anak-anak yang sebagian besar belum tertangani pendidikannya itu.
Saat ini Pondok Pesantren Hidayatullah di Banda Aceh, Lhokseumawe telah menampung mereka di beberapa posko pengungsi yang didirikan sejak hari pertama terjadinya bencana itu.
Khusus menyangkut penanganan kelangsungan pendidikan anak-anak, Hidayatullah siap menampung sebanyak 5000 ribu anak dalam berbagai usia, mulai dari SD hingga SMA. Jumlah tersebut akan didistribusikan ke beberapa lembaga pendidikan yang ada di bawah naungan Hidayatullah yaitu Pusat Pendidikan Anak Soleh (PPAS) yang selama ini bergerak menangangi kepengasuhan anak-anak usia sekolah.
Pusat Pendidikan Anak Soleh (PPAS) saat ini sudah ada di beberapa kota di Indonesia seperti Lhokseumawe, Banda Aceh, Medan, Riau, Batam, Jakarta, Balikpapan, Makassar, Surabaya dan beberapa kota di Jawa Timur.
Khususnya di Banda Aceh, kegiatan pendidikan rehabilitasi anak-anak korban bencana ini sudah dilaksanakan di Posko Hidayatullah III di kawasan Darussalam, Banda Aceh. Jumlah anak-anak yang ditangani mencapai mencapai 350 anak.
Saat ini Hidayatullah sedang menyiapkan Pusat Pendidikan Anak Saleh di sejumlah Pondok Pesantren Hidayatullah yang ada di beberapa kabupaten di wilayah Nangroe Aceh Darussalam. Selain akan dididik di wilayah Aceh, kalau memungkinkan anak-anak korban bencana Aceh juga akan dikirim ke pusat-pusat pendidikan milik Hidayatullah di kota lain seperti Jakarta, Surabaya, Balikpapan dan Makassar.
Pola penanganan pendidikan yang ditawarkan oleh Hidayatullah menggunakan beberapa model. Pertama adalah Pendidikan Rehabilitasi, yang bertujuan menghilangkan trauma psikologis yang dialami oleh warga Aceh khususnya anak-anak. Model pendidikan yang akan dilaksanakan adalah dengan konsep Joy Learning, yaitu mengubah suasana aceh yang dramatis menjadi damai dan menyenangkan.
Kedua, Model Pendidikan Darurat, yaitu pendidikan sementara karena keterbatasan tempat yang memadai dalam kurun waktu terbatas. Ketiga, Model Bimbingan Belajar, yaitu model pendidikan bagi siswa kelas akhir, seperti kelas 6 SD, 3 SMP maupun 3 SMU. Keempat, Sekolah Integral, yaitu sekolah formal ketika proses rehabilitasi mental sudah menunjukkan hasil.
Adapun sumber pembiayaan program tersebut, Hidayatullah bekerja sama dengan pemerintah dalam hal ini adalah Depsos dan Diknas. “Kami sudah menjalin kesepakatan dengan dua instansi tersebut,” kata Musafir, pimpinan Hidayatullah Peduli Aceh.
Selain itu Hidayatullah juga menghimpun dana yang berasal dari masyarakat. Juga menggalang dana melalui pelajar Indonesia di luar negeri seperti Amerika, Eropa dan Malaysia.
Mengenai tenaga pendidik, saat ini Hidayatullah sedang melakukan pembekalan khusus kepada tenaga pendidik yang siap diterjunkan ke Aceh. Mereka adalah guru dan calon guru yang berasal dari lingkungan Hidayatullah.
Hidayatullah juga melakukan rekrutmen relawan pendidikan yang siap dikirim ke Aceh. Mereka akan diberi pembekalan khusus sebelum diterjunkan ke wilayah Aceh. (Har/Isa/cha)