Hidayatullah.com–Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Konvensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengimbau pemerintah agar menyelidiki kasus dugaan adopsi ilegal 300 anak Aceh korban tsunami oleh organisasi keagamaan AS, WorldHelp.
“Pemerintah harus segera melakukan penyelidikan dan memberitahukan hasilnya kepada masyarakat. Jika tidak segera dilakukan, bisa berkembang isu-isu lain yang dapat merusak hubungan antarumat beragama,” kata Masdar Farid Mas`udi, perwakilan PBNU dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Masdar juga menyayangkan adanya isu-isu ihwal 300 anak Aceh ini. PB NU dan ketiga lembaga keagamaan itu, katanya, telah bersepakat memakai jalur kerja sama bila ingin membantu anak-anak korban bencana tsunami di Aceh dan Sumut.
Pernyataan serupa disampaikan Romo Benny Susetyo, Sekretaris Eksekutif KWI. Dia menyebutkan, konferensi pers dilakukan untuk memberi peringatan kepada lembaga-lembaga internasional yang ingin memberikan bantuan ke Aceh agar menghormati kesepakatan yang sudah dilakukan lembaga agama setempat dan menghormati prularisme agama yang sudah tercipta di Indonesia.
Mengenai kebenaran ihwal adopsi ilegal anak Aceh oleh WorldHelp, PBNU dan ketiga mitranya belum dapat memberikan bukti jelas. Namun PGI tengah membentuk badan investigasi internal untuk menyelidiki kasus tersebut.
Selain menghimbau pemerintah, KWI dan PGI juga menyatakan bahwa penyalahgunaan misi kemanusiaan sebagai alat untuk menyebarkan agama adalah bertentangan dengan ajaran Kristen. Jadi, menurut mereka, sebaiknya masyarakat tidak mudah terpancing oleh berita yang tidak berdasar.
Sebelumnya, sejumlah surat kabar Washington Post dan Sydney Morning Herald, memberitakan bahwa Presiden WorldHelp, Pendeta Vernon Brewer mengatakan bahwa organisasinya telah membawa 300 anak yatim dari Banda Aceh ke Jakarta dan dititipkan di rumah/panti anak di pinggiran Jakarta. Namun sehari kemudian Vernon membantah pernyataan tersebut. Tapi tak urung pernyataan sebelumnya menimbulkan kontroversi di Indonesia.
Pemurtadan
Di tempat terpisah, Ketua DPR Agung Laksono menyatakan tidak rela jika berita tentang dicomotnya 300 anak Aceh korban bencana oleh pihak asing itu benar adanya. “Tak ada satu negara pun yang merelakan anak bangsanya diambil pihak asing di luar prosedur,” katanya.
Wakil Ketua DPR Zaenal Maarif juga mengecam keras tindakan misionaris WorldHelp yang berbasis di Virginia, AS itu. Sementara Di Makassar, Ketua MPR-RI Hidayat Nur Wahid meminta pemerintah Indonesia agar segera mengambil sikap untuk mengembalikan 300 anak yatim Aceh yang diboyong WorldHelp. “Pemerintah harus berupaya mengembalikan anak-anak tak berdosa itu ke pangkuan ibu pertiwi,” katanya.
Menurut Nur Wahid, pemerintah harus menuntaskan masalah anak-anak Aceh yang “dibawa lari” ke AS oleh WorldHelp tanpa sepengetahuan pemerintah. Sebaliknya, pemerintah AS yang ikut peduli dengan bencana alam di Aceh dan menewaskan lebih 100 ribu jiwa itu juga berkewajiban mengembalikan mereka ke Indonesia.
“Amerika juga bertanggung jawab. Bahkan masalah ini akan mencederai misi kemanusiaan yang diemban negara adidaya itu di NAD yang ikut ambil bagian dalam penanggulangan korban gempa dan tsunami di Aceh bersama beberapa negara lain,” tandas Nur Wahid.
Umat dan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda Islam (OKPI) juga meminta segera mengeluarkan sikap terkait permutadan anak-anak Aceh korban gempa dan tsunami oleh para misionaris yang baru-baru ini terungkap.
Ketua Pemuda Muhamadiyah Kota Ambon Abdullah Ely kepada wartawan Senin (17/1). Ia mengaku sangat menyesalkan adanya salah satu LSM yang mengambil anak-anak asal Aceh yang akan dididik oleh lembaga non muslim,” Ini sangat tidak etis dan tidak pantas,” katanya.
Sebelumnya, seperti diberitakan Hidayatullah.com, koran The Baltimore Sun juga mengungkap ada puluhan kelompok misionaris Kristen yang datang ke Aceh berkedok bantuan kemanusiaan. Menurut The Baltimore Sun mereka membantu sambil menyebarkan “misi Kristus” dengan berbagai cara. Diantaranya adalah mengadopsi anak-anak yatim, penempelan pamflet-pamflet religius dalam kotak bantuan. “Mereka tidak akan pernah menyerah untuk menanamkan tujuan gereja,” ujar editor sebuah penerbitan Kristen, Evangelical Missions Quarterly, Scott Moreau. (Ant/sk/hid/cha)