Hidayatullah.com — Undang-Undang Pornografi yang telah disahkan hendaknya menjadi perhatian penting bagi khalayak luas. Pemerintah sebagai regulator harus merevitalisasi dan memberikan sanksi tegas kepada siapa saja yang terlibat dalam aksi asusila visual, pornografi dan pornoaksi, sesuai dengan ketentuan peraturan undang-undang.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Pengurus Pusat Muslimah Hidayatullah (Mushida) peridoe 2010-2015, Drs. Reni Susilowati, dalam perbincangan dengan Hidayatullah.com, Jum’at (02/07).
Dikatakan Reni, akibat dari perilaku tersebut jelas sekali berdampak sangat luas. Tidak hanya terbatas kepada anak-anak atau remaja, secara umum masyarakat dan bangsa Indonsia terkena imbasnya.
“Sehingga kami merekomendasikan kepada pemerintah agar UU Pornografi benar-benar diterapkan, divitalisasi. Bukan hanya sekedar sebatas keputusan,” tegas Reni.
Peran keluarga sebagai benteng dari perilaku amoral di zaman modern ini, lanjut Reni, tidak bisa lagi dikesampingkan. Keluarga adalah basis pertama tegaknya nilai-nilai kebaikan.
“Tegaknya peradaban Islam berawal dari keluarga. Keluarga adalah inti peradaban itu sendiri. Ini yang harus dijaga, terutama oleh para muslimah,” ungkap praktisi pendidikan ini.
Senada dengan itu, Sekjen DPP Mushida Ir. Amalia Husna Bahar, menegaskan bahwa untuk membangun peradaban Islam yang utama, maka mesti dilalui dengan proses penanaman nilai-nilai Al-Qur’an dalam keluarga.
Lebih lanjut diungkapkan Amalia, dalam rangka upaya tersebut, maka pribadi masing-masinglah yang harus diperbaiki dan dibangun. Dari proses mambangun diri, berkelanjutan pada tahap membangun keluarga, dan kemudian membangun peradaban mulia.
“Tegaknya peradaban Islam yang mulia dalam keluarga berawal dari baiknya individu muslimah. Sedangkan perilaku amoral dan asusila adalah awal kehancuran individu,” ungkap Amalia Husna.
Musyawarah Nasional III Muslimah Hidayatullah (Mushida) yang digelar di Aula Utama Masjid Agung At-Tiin TMII Jl. Raya Taman Mini Pintu I – Jakarta Timur, yang berlangsung selama 3 hari secara resmi ditutup pada Kamis (01/07).
Diantara rekomendasi internal yang dihasilkan adalah meminta kepada organisasi induk yakni ormas Hidayatulllah, terutama yang duduk di Dewan Syuro untuk segera menerbitkan Panduan Fiqih Shafar untuk muslimah. Ini dinilai sangat mendesak, mengingat akan selalu saja kelak perbedaan persepsi.
Menurut Ketua Umum DPP Mushida, Reni Susilowati, pada periode sebelumnya memang telah ada rekomendasi yang dimaksud, tapi belum betul-betul lengkap. Misalnya, bolehnya muslimah bepergian dengan ditemani mahrohmnya. Tapi ada pula pertanyaan-pertanyaan sisi lain juga yang terbilang penting tapi belum dibahas.
“Sebab kehendak untuk melakukan panfsiran akan selalu ada. Dikhawatirkan ada perbedaan persepsi nantinya. Sehingga harus ada rekomenasi dari Dewan Syuro’,” papar Reni memungkasi. [ain/hidayatullah.com]