Hidayatullah.com—Meski berkali-kali dikecam ulama, dua hari ini, media TV dipenuhi dengan berita ghibah. Ghibah terbaru adalah soal hubungan dai kondang Zainuddin MZ dengan penyanyi dangdut, Aida Saskia.
Beberapa kalangan nampaknya mulai resah dengan cara TV dan media massa yang kembali lagi memuat berita-berita bertema ghibah. Pengamat media massa Sirikit Syah mengatakan, banyak media dan wartawan kebingungan kesalahan memahami konsep infotainmen. Ia menyebut contoh di luar negeri yang disebut “entertainment news“, yaitu berita-berita dari dunia hiburan. Isinya tentang proses keratif para seniman. Sementara di Indonesia, isinya hanya bikin stress.
“Misalnya, bagaimana memproduksi (film) Avatar, berapa biaya produksi (film) Lord of the Ring, siapa artis berbayaran paling mahal, peluncuran album atau single baru, perolehan box office, pakai baju apa Jenifer Lopez di ajang Grammy, siapa paling keren di karpet merah, dan seterusnya. Betul-betul tentang dunia hiburan dan tidak bikin stres. “
Ketika ditanya, apakah masyarakat terhibur dengan infotainmen bernilai gossip, ia justru menampik.
“Terhibur? Tidak. Siapa terhibur dengan berita artis A dan artis B mau cerai sampai tiga kali? Siapa terhibur dengan kabar ada artis yang punya istri simpanan lagi?,” tambahnya.
Menurut Wakil Majelis Fatwa Dewan Fatwa, Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Dr Ahmad Zain an-Najah, andaikata kasusnya itu benar dan dipublikasikan, maka hal itu tetap ghibah dan dilarang agama. Namun jika kasusnya itu tidak benar, maka itu disebut fitnah dan hukumnya keji, seperti pembunuhan.
Menurut ahli fikih lulusan Al Azhar, Kairo, Mesir ini, jika ghibah menyebar dan menjadi tren di masyarakat, maka kehidupan masyarakat menjadi tidak akan tenang. Dan media massa, termasuk si wartawan, akan ikut mengambil peran dalam urusan ini. Tentusaja, akan dipertanyakan apa yang ia lakukan kelak di hadapan Allah.
Meski demikian, ia tetap memberi pengecualian tentang bolehnya “ghibahtainmen” boleh dipublikasikan.
Menurutnya, ada beberapa kondisi dibolehkannya ghibah. Pertama, ketika dimintai pendapat untuk urusan penting dan besar seperti seorang wanita yang dilamar oleh laki-laki yang tidak dikenalnya. Bila dia meminta pertimbangan dari orang tuanya atau tokoh masyarakat, maka orangtuanya atau tokoh tersebut harus memberitahu secara jujur tentang kelebihan dan kekurangan orang tersebut agar dia bisa menolak atau menertima lamaran.
“Ini berdasarkan Hadist Fatimah binti Qais yang datang kepada Nabi Muhammad SAW dan mengatakan bahwa dirinya dilamar oleh dua orang yaitu Mu’awiyah dan Abu Jahm, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan kekurangan dari kedua orang tersebut,” ujarnya kepada hidayatullah.com.
Kedua, untuk mengungkap sebuah kasus, seperti dugaan korupsi. Karena kejahatan dan kesalahan orang yang didakwa harus diselidiki maka keburukannya perlu diungkap. Hanya saja, keburukan yang diungkap tersebut harus berkaitan dengan kejahatan yang didakwakan kepada orang tersebut.
Senada dengan Zain, Ketua PBNU, Said Aqil Siradj belum lama ini, turut berbicara tentang pengharaman ghibahtainmen.
Ghibah, kata Said, adalah fakta mengenai aib seseorang yang jika diberitakkan akan menyebabkan orang yang bersangkutan merasa tersinggung dan jatuh martabatnya, seperti masalah perselingkuhan. Sedangkan fitnah adalah menceritakan aib seseorang namun tidak ada faktanya.
Said juga menjelaskan, jika menceritakan tentang pejabat yang korupsi, siapa yang terlibat, asal-usul uang, dan ke mana larinya uang, hal itu justru diwajibkan dan merupakan tugas suci. Nah, sampai kapan kita akan terus disodori “ghibahtainmen” oleh media? [cha, berbagai sumber/hidayatullah.com]
foto: kompas