Hidayatullah.com–Direktur Utama PT Asabri Adam R.Damiri menyatakan budaya suap yang sudah kian subur harus dihentikan, terutama di tubuh lembaga negara, karena suap bagian dari korupsi.
Bahkan, menurut Adam di sela-sela acara Focus Group Discussion Anti-suap BUMN, di Menara 156 ESQ, Jakarta, Rabu Sore (15/6), budaya suap yang subur di Indonesia sudah berada di level yang perlu diwaspadai.
“Budaya suap sudah berada di taraf yang mengkhawatirkan,” tukas Adam.
Lebih dari itu Adam menerangkan, permasalahan saat ini yang dihadapi, bagaimana menciptakan bisnis tanpa suap, dan upaya-upaya apa yang harus dilakukan dunia usaha dalam melawan suap. Dan Kadin Indonesia sudah menggalakkan program pemberantasan terhadap suap.
“Upaya melawan praktek suap harus dilandasi oleh suatu prinsip yang menjadi landasan suatu perusahaan bagi yang ingin mempertahankan kesinambungan usahanya dalam jangka panjang dan dalam koridor etika bisnis yag berlaku,” katanya.
Pedoman memberantas suap bukan merupakan peraturan perundangan, tetapi berisi hal-hal yang prinsip.
Sedangkan, menurut Ary Ginanjar Agustian selaku pendiri ESQ saat memberikan masukan di depan pimpinan BUMN, upaya memberantas korupsi jangan dilandasi karena takut diketahui oleh KPK ataupun terkena perundang-undangan, akan tetapi harus dilandasi oleh keyakinan bahwa perbuatan tersebut dinilai dan akan diawasi oleh Allah.
“Kita takut untuk korupsi karena takut pada Robbul Alamin,” ujarnya pada kesempatan diskusi Antisuap dengan pendekatan spiritual.
Lebih jauh lagi, ia bilang, korupsi terjadi karena adanya niat dan kesempatan pada pelaku korupsi. Jika kesempatan dapat ditutupi oleh sistem dan perundangan yang dibuat, akan tetapi niat tidak dapat sekedar diselesaikan oleh itu, melainkan harus dibangun oleh sebuah nilai.
“Selama ini penanganan korupsi hanya sebatas menghukum pelaku, tetapi belum sampai pada membangun karakter, kultur, bahkan nilai kepada seseorang untuk tidak berbuat korup,” terang Ary.
Oleh karena itu pemerintah dan lembaga BUMN harus memperhatikan sisi pembangunan nilai dan kepercayaan kepada karyawannya, tidak melulu membangun konsep hukum untuk menangani korupsi.
“Kita harus lebih banyak mengajarkan nilai antikorupsi daripada menghukum mereka,” tandas Ary.*