Hidayatullah.com — Mustahil Negara Kesatuan Republik Indonesia ini dapat menjadi bangsa yang besar, kuat dan mandiri jika berharap kepada kontribusi partai politik yang jumlahnya kini semakin banyak. Kehadiran partai politik yang ada sama sekali tidak bisa diandalklan untuk memakmurkan negeri ini.
Demikian diungkapkan Heppy Trenggono, pimpinan Gerakan Beli Indonesia, sebuah organisasi yang hadir sebagai sosialitator cinta produk Indonesia yang dimotori Indonesian Islamic Business Forum (IIBF).
“Leadership belum ada di Indonesia apalagi hidayah, makanya kenapa banyak praktik korupsi. Itu sebabnya Indonesia tidak mungkin bisa berubah menjadi negara mandiri dan kuat dengan manhaj partai, tapi harus dengan manhaj spiritual,” tutur Happy kepada hidayatullah.com, belum lama ini.
Salah satu bukti kekuatan leadership belum ada di Indonesia, kata dia, adalah kasus pemerintah Australia yang mengancam tak akan mengimpor sapinya ke Indonesia, yang oleh pemerintah direspon dengan penuh ketakutan. Happy menyebut tindakan mengemis ke Australia agar tak menghentikan impor sapinya ke Indonesia itu sebagai tindakan aneh.
“Itu kebodohan yang blak-blakan,” cetusnya.
Padahal Indonesia adalah negara yang bisa dikatakan tidak mungkin diboikot oleh siapa pun karena melimpahnya kekayaan alamnya. Tapi dengan sumber daya alamnya yang melimpah tanpa kemampuan entrepreneurship, mustahil Indonesia bisa mencapai kejayaan.
“Indonesia negara miskin dengan kekayaan alamnya yang wah. Tapi di waktu yang sama kita memperkaya negara lain,” ungkap pengusaha kelapa sawit ini.
IIBF berdiri pada 9 Agustus 2009 lalu dibentuk karena adanya desakan dan tuntutan para pengusaha. IIBF hadir untuk memawadahi kalangan pebisnis Muslim dan siapa saja yang ingin bergabung.
Forum itu berdiri berangkat dari keprihatinan Happy dan kawan kawan yang kerap menyaksikan banyak forum yang serupa, tapi selama ini forum forum yang ada itu lebih banyak bicara yang indah indah, teori, dan khayalan khalayan yang menghanyutkan.
“Malah banyak yang kemudian menyuruh nyuruh orang untuk berhutang dengan doktrin bahwa pebisnis itu harus berani ngutang,” tukas Happy.
Namun IIBF, jelas Happy, hadir dengan gebrakan yang tidak biasa. IIBF tak hanya bicara di forum dan seminar seminar, tapi menyediakan pendampingan bisnis.
Happy menjelaskan bahwa semua orang yakin bahwa pebisnis itu sebenarnya adalah orang orang pintar dan dalam ilmu pengetahuannya karena tak sedikit yang bertitle sarjana, tapi orang dengan ilmu yang ada di kepala saja tidak cukup. Mereka lupa bahwa hidayah-lah yang menggerakkan seseorang untuk dapat menyelesaikan masalah. “Itulah spiritualitas,” ungkapnya.
“Banyak yang berfikir bahwa masalah adalah ketika penjualan gagal, ketika negosiasi buruk, target tak sampai, atau klien yang tidak puas. Akhirnya untuk menyelesaikan masalah itu mereka mengandalkan ilmu saja. Padahal itu bukanlah masalah sebenarnya, tapi itu hanya tanda bahwa hidayah belum masuk. Kalau orang dengan hidayah, spiritualitas ini sudah masuk, tidak akan terjadi masalah yang sesungguhnya,” tandas Happy.*