Hidayatullah.com–Pemerintah dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang menjadi leading sector dalam penanganan tenaga kerja Indonesia (TKI) harus berani membuat terobosan dalam mengatasi permasalahan yang menimpa TKI di luar negeri. Kalau tidak, para TKI akan terus berguguran akibat vonis hukuman mati. Padalah kita akui bahwa para TKI ini adalah pahlawan devisa. Terobosan itu terkait dengan upaya perlindungan, advokasi dan kesejahteraan para TKI.
Desakan itu disampaikan Anggota Komisi IX DPR RI Herlini Amran terkait
dengan banyaknya TKI yang terkena vonis hukuman mati. Berdasarkan data yang disampaikan saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR R, hingga Oktober 2011 tercatat ada sekitar 223 TKI atau WNI yang terancam hukuman mati di Malaysia. Setelah dilakukan penanganan, maka masih terdapat 145 TKI yang terancam hukuman mati. Bahkan masih ada sejumlah TKI yang akan dihukum mati dengan kategori highes danger yang berada di Riyad, Jeddah, Mesir dan Emirat.
“Yang sangat memprihatinkan kita semua, dari sekian TKI yang diancam bahkan beberapa sudah divonis mati terdiri dari Tenaga Kerja Wanita. Salah satunya adalah Ibu Ruyati binti Satubi asal Bekasi Jawa Barat yang dihukum mati karena dituduh melakukan pembunuhan terhadap ibu dari majikan yang berusia 64 tahun tanggal 12 januari 2011 dan telah dieksekusi pada tahun yang sama. Dan masih banyak lagi TKI yang megalami nasib menyedihkan ini”, ungkap Herlini
Lebih jauh politisi Partai Keadilan Sejahtera ini menyarankan antar pemerintah dan lembaga yang terkait untuk meningkatkan koordinasi guna melakukan terobosan baru dalam menangani permasalahan TKI. Bahkan, nantinya untuk jangka panjang sudah seharusnya pemerintah Indonesia tidak lagi mengirim tenaga kerja sektor informal keluar negeri dengan menciptakan lapangan pekerjaan yang layak dan menjamin kesejahteraan masyarakat Indonesia.
“Kita menunggu dan akan menagih janji Menakertrans yang akan memperkuat
peran dan fungsi satgas khusus TKI untuk menyelamatkan 300 TKI yang terancam mati dan meningkatkan sistem penempatan dan perlindungan TKI secara keseluruhan”, pungkas Herlini.*