Hidayatullah.com–Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, diplomasi politik akan menemui kegagalan dan tidak menghentikan aksi kekerasan di Suriah.
Untuk itu Presiden kembali menyatakan, perlunya tindakan segera penghentian kekerasan Suriah dengan pembentukan pasukan perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
“Saya mengatakan ini tidak mungkin kalau hanya mengandalkan diplomasi, solusi politik yang dijalankan Kofi Anan. Meski itu penting, meski enam rencana Kofi Anan itu benar, tapi kenyataannya tidak jalan,” kata Kepala Negara.
Presiden mengemukakan, dirinya mendukung seruan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Mon guna mengambil tindakan sekarang juga untuk menghentikan kekerasan di Suriah.
Menurut Presiden, untuk mengatasi pertumpahan darah di Suriah, maka sudah seharusnya PBB segera membentuk pasukan untuk menciptakan perdamaian (peace making forces).
Pasukan tersebut berada di bawah PBB dengan melibatkan lima negara anggota tetap Dewan Keamanan (DK) PBB, Amerika Serikat, Rusia, Prancis, China dan Inggris.
Penciptaan perdamaian tersebut nantinya tidak ditujukan untuk mengganti rezim atau mendukung rezim Bashar al Assad, namun untuk meraih perdamaian di Suriah.
Presiden Yudhoyono, yang pernah terlibat dalam pasukan perdamaian PBB dalam konflik Balkan di Bosnia-Herzegovina pada 1995-1996, mengemukakan bahwa telah mengusulkan hal itu kepada Ban Ki Moon beberapa hari lalu melalui telepon.
“Sudah saya sampaikan beberapa hari lalu, sebagai salah satu world leader, saya sudah menelpon Ban Ki-moon, menyampaikan saran-saran bagaimana bisa mengakhiri bloodshed yang semakin meluas,” kata Presiden, di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (25/07/2012), dalam berita Antara.
Presiden mengemukakan pula, telah menyampaikan usulannya tersebut melalui berbagi saluran informasi.
“Saya juga sudah mengeluarkan statement resmi, sudah menulis artikel di sebuah koran internasional untuk kiranya bisa menggerakan semua pihak untuk tidak membiarkan, tapi take action together, bagaimana to stop killing human tragedy, civil war yang sekarang terjadi di Suriah,” demikian Presiden Yudhoyono.*