Hidayatullah.com– Ratusan santri Hidayatullah turut serta dalam aksi menuntut penutupan lokalisasi Lembah Harapan Baru (LHB), Balikpapan, Kalimantan Timur. Mereka meminta agar Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan tidak ragu-ragu melakukan penutupan tersebut.
“Tuntutan ini sebagai penguat dan penyemangat pemerintah Balikpapan, agar tidak takut terhadap oknum-oknum yang mendukung kemungkaran terkhusus KM 17,” ujar koordinator lapangan Santri Hidayatullah Miftahuddin kepada hidayatullah.com, Senin (21/1/2013).
Miftahuddin, mewakili para santri, meminta para pejabat di pemerintahan bisa menggunakan kekuasaannya dalam penutupan lokalisasi KM 17.
“Tutup tempat perzinahan KM 17 atau kalian para pemerintah dan Walikota Balikpapan turun dari jabatan kalian,” tegasnya.
Sikap kritis dan tegas tersebut, menurut Miftahuddin, bukan bermaksud untuk merongrong apalagi menjatuhkan pemerintah. Hal itu adalah bentuk pengawalan pesantren terhadap kebijakan pemerintah.
Muhammad Arfan, salah seorang peserta dalam aksi damai itu, turut menyampaikan aspirasi yang sama. Santri yang cukup lama mondok di Pesantren Hidayatullah ini juga berharap sikap tegas pemerintah.
Dalam aksi yang berlangsung dari Masjid at-Taqwa menuju Kantor Walikota Balikpapan dan Kantor DPRD Balikpapan tersebut, Miftahuddin membawa 150 santri. Mereka berasal dari berbagai elemen pesantren.
Di antaranya Ikatan Mahasiswa Hidayatullah Indonesia (IMHI), Syabab Hidayatullah Balikpapan, BEM Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah (STIS) Hidayatullah, OSIS Madrasah Aliyah Raadhiyatan Mardhiyyah Putra (MARAMA), OSIS Tahfizhul Qur’an dan Himpunan Remaja Kampus Hidayatullah (el-HARAKAH).
Diberitakan sebelumnya, beberapa ormasi Islam mendukung ditutupnya lokalisasi. Di antaranya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Balikpapan dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Balikpapan. MUI bahkan mengerahkan ribuan umat Islam se-Balikpapan pada Senin ini. Mereka mendukung dan menuntut Pemkot Balikpapan dan DPRD Balikpapan segera menutup Lokalisasi KM 17. Aksi ini juga didukung pesantren-pesantren lainnya se-Kota*