Hidayatullah.com—Pimpinan Yayasan PPPA Darul Qur’an Nusantara, Ustad Yusuf Mansur (YM) mengakui khilaf dan belajar dari kesalah atas kasus investasi ‘usaha patungan’ yang pernah menimpanya.
“Ketika dapat cobaan itu, saya berkali-kali istighfar. Akui saja saya salah. Persoalan selesai. Makanya ketika saya turun dan pintu lift terbuka, semua wartawan mengerumuni saya. Mereka nungguin dan berharap saya menyalahkan banyak pihak,” ungkapnya di depan sekitar seribu orang jamaah shalat subuh saat permulaan bulan Muharram di Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta Pusat, 5 November 2013.
YM juga memberikan kunci agar kita bisa memandang persoalan dengan lebih ringan. Ia mencontohkan sikapnya saat mendatangi kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta, 22 Juli 2013.
Menurutnya, sikapnya mengakui keliru itu meleset dari harapan para wartawan yang sudah menunggunya berjam-jam.
“Ketika di hadang wartawan, saya cuma bilang, Yusuf Mansur yang salah. Enggak tanya-tanya sebelumnya soal penghimpunan dana itu. Saya harus lebih banyak belajar lagi,” ujar YM bercerita tentang sikap yang sudah diambilnya itu.
Pada para wartawan Ia mengatakan investasi yang berawal dari gerakan jamaahnya ini tidak disangkanya akan bergulir demikian deras.
“Kemarin ane keliru, sekarang ane tebus, kan enggak sengaja, karena enggak tahu,” tuturnya menjawab rentetan pertanyaan para reporter kala itu.
Menurut YM, sikap mengaku salah itu justru mampu meredam isu.
Menurut pria berusia 37 tahun itu, bisa dibayangkan pemberitaan tentang dirinya, bahkan tidak akan ada habisnya jika ia tidak berserah diri pada Allah Subhanahu Wata’ala kala itu.
Karena itu, menurutnya, setiap menghadapi persoalan apapun, diperlukan ketenangan. Ia merasa harus introspeksi diri. Sebab, segala permasalahan hidup, menurutnya, bisa dipastikan akibat “kebandelan” manusia terhadap Allah Subhanahu Wata’ala.
Belajar dari Nabi Ayub
Atas apapun persoalan yang menimpa diri, Ia berharap tidak membuatnya dirundung nestapa.
Berbagai peristiwa dalam hidupnya, menyisakan pelajaran berharga. Melalui kisah Nabi Ayub AS, cerminan keikhlasan itu ia pelajari.
Menurutnya, Nabiullah yang pernah ditinggalkan oleh isterinya akibat penyakitnya itu bahkan tidak mendesak Allah agar segera menyembuhkannya.
“Jangan salah! Berobat itu kagak wajib. Yang wajib itu ridha. Sabar. Artinya, kalau kita cuma ngejar berobatnya tapi gak ridha sama ujiannya, makin dibebesin dah sama Allah,”ulasnya dengan logat Betawi yang kental..
Menurutnya, memohon ampunan pada Allah bukan berarti tanpa ikhtiar. Tapi mendahulukan ikhtiar tanpa memohon ampunan pada ‘Sang Pemilik Hidup’ menjadi tindakan salah kaprah.*