Hidayatullah.com–Indonesian Resources Studies (IRESS) mendesak pemerintah segera menyerahkan pengelolaannya kepada konsorsium BUMN (Pertamina) dan BUMD (milik Pemda terkait di Riau).
Penyerahan pengelolaan blok tersebut kepada konsorsium perusahaan milik negara ini dinilai langkah yang sesuai dengan amanat konstitusi dan kepentingan ketahanan energi nasional, sehingga tidak ada alasan bagi Pemerintah, terutama Kementerian ESDM untuk menetapkan kebijakan lain.
Sebagaimana diketahui Kementerian ESDM menyatakan sedang mengevaluasi dan melakukan kajian tentang berbagai aspek terkait perpanjangan kontrak blok Migas untuk kelak dituangkan dalam sebuah keputusan menteri ESDM.
Wamen ESDM Susilo Siswoutomo pada tanggal 26 November 2013 antara antara lain menyatakan sambil melakukan evaluasi, perpanjangan kontrak sementara diberikan agar oprerasi dan produksi Migas tidak terganggu.
Oleh sebab itu Kementerian ESDM beralasan keputusan perpanjangan kontrak yang sesuai peraturan menteri belum dapat diambil.
Namun tiba-tiba saja KESDM memberikan perpanjangan kontrak sementara kepada Chevron. Publik tidak pernah diberikan informasi yang transparan tentang hal-hal apa saja serta masalah apa saja yang sedang dievaluasi oleh Kementerian ESDM, sehingga keputusan berakhir dengan perpanjangan sementara terhadap KKS Chevron Blok Siak. Hal tersebut jelas merupakan perbuatan melawan hukum dan melanggar UU Migas No.22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
“Dalam UU Migas No.22/2001, tidak dikenal adanya ketentuan tentang perpanjangan kontrak sementara. Andaikan Menteri ESDM ingin mengeluarkan kebijakan perpanjangan kontrak hulu, maka sesuai Pasal 38 dan 39 UU No.22/2001, hal tersebut harus dilakukan secara cermat, adil dan transparan,” ujar Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara dalam rilisnya.
IRESS meminta pemerintah membuktikan bahwa perpanjangan tersebut dilakukan secara cermat, serta memberikan keadilan kepada semua pihak termasuk memberikan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia terutama kepada masyrakat Riau dan BUMN dan BUMD.
Yang lebih penting lagi, pemerintah wajib menjelaskan dan memaparkan kepada publik argumentasi dan alasan untuk pernjangan kontrak tersebut untuk dilakukan uji publik secara terbuka dan transparan.
Karena itu, kita mempertanyakan iktikad baik pemerintah untuk dapat berpihak kepada kepentingan nasional sebagaimana amanat UU no 22/2001 tersebut di atas. Demikian ujar Marwan.
Perlu diketahui Pertamina telah pernah meminta secara resmi kepada Pemerintah untuk mengelola Blok Siak pada 2010. Permintaan ini kembali diajukan oleh Pertamina pada Februari 2013, sebagaimana dijelaskan oleh VP Communication Pertamina, Ali Mundakir (12/2/2013).
Jika Pemerintah konsisten dengan pernyataan yang dibuat selama ini, yaitu ingin membesarkan national oil company (NOC) milik bangsa Indonesia guna meningkatkan ketahanan energi nasional, maka penyerahan Blok Siak kepada Pertamina merupakan satu-satunya langkah yang harus diambil. Namun ternyata Pemerintah terus mengulur waktu, mencari berbagai alasan dan tampaknya dalam upaya memihak kepentingan asing dan berburu rente, sehingga keputusan yang seharusnya mudah, gamblang dan konstitusional, justru tak kunjung diambil.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, IRESS menyatakan bahwa perpanjangan kontrak Blok Siak, meskipun dengan alasan dan hanya berlaku 3-6 bulan, adalah perbuatan melanggar hukum dengan demikian harus batal demi hukum. Jika hal ini tetap tidak diindahkan, maka kami akan melaporkan perbuatan melanggar hukum ini kepada pihak yang berwenang termasuk KPK atas dugaan potensi kerugian negara yang terjadi.
Untuk itu, Publik diminta melakukan pengawasan dan mewaspadai oknum-oknum pejabat di KESDM. IRESS menduga bahwa perpanjangan sementara blok SIAK ini merupakan sebuah kesengajaan untuk memburu rente-rente demi kepentingan Pemilu 2014.
Menurut IRESS, publik pantas curiga dengan perbuatan oknum pejabat KESDM. IRESS akan melaporkan kepada KPK atas perbuatan oknum KESDM ini atas dugaan telah melakukan tipikor yang merugikan keuangan negara. IRESS juga akan meminta KPK untuk memantau dengan seksama oknum-oknum Pemerintah yang terkait dengan masalah kontrak Migas lainnya dan yang diduga bekerja untuk asing dan pemburu rente.
IRESS meminta agar seluruh pemda terkait dalam eksploitasi Blok Siak, sesuai ketentuan dalam PP No.34/2005, diberi kesempatan memiliki hak participating interest (PI) sebesar 10%.
“Agar rakyat daerah memperoleh hasil maksimal, maka pengelolaan PI milik BUMD tersebut harus dilakukan bersama Pertamina dalam sebuah konsorsium.”