Hidayatullah.com–Wakil Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Lukman Hakim Saifuddin mengingatkan Mabes Polri harus berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan menunda penggunaan jilbab bagi Polwan (polisi wanita).
“Jangan sampai penundaan itu dinilai bermuatan politis, apalagi sampai dituduh melanggar hak asasi manusia (HAM), khususnya dalam kebebasan menjalankan ajaran agama bagi setiap warga,” kata Lukman dalam rilisnya, Kamis (5/12/2013).
Menurut Lukman, alasan belum adanya anggaran yang bisa mendukung pelaksanaan penggunaan kerudung bagi Polwan dinilai mengada-ada.
“Bukankah para Polwan itu bisa membeli sendiri kerudung yamg akan dikenakan, sejauh diberikan ketentuan yang jelas mengenai warna, jenis, bentuk, model, dan lainnya demi penyeragaman?” ujar Wakil Ketua MPR RI ini, dilansir Tribunnews.
Mestinya, menurut dia, Mabes Polri cukup arif dalam menempuh kebijakan terkait hal yang sensitif ini. Yang perlu dilakukan Polri adalah mengatur lebih lanjut bagaimana tata cara pelaksanaan kebijakan yang sudah diumumkan Kapolri itu, bukan malah menundanya sampai batas waktu yang tak menentu.
“Penundaan tanpa batas waktu yang jelas itu bisa dimaknai sebagai pembatalan, atau bahkan larangan atas pengenaan kerudung bagi Polwan. Ini harus dihindari,” kata Lukman.
Sedang Ketua PBNU, Slamet Effendy Yusuf mengatakan, Telegram Rahasia (TR) yang berisi kebijakan penundaan aturan berjilbab jangan sampai bermakna ‘pelucutan’ jilbab di kalangan Polwan. “Ada kemungkinan soal ini,” katanya, Kamis (5/12/2013).
Menurut Kiai Slamet, kalau kemungkinan itu benar maka ini merupakan dosa besar. Dari sisi Hak Asasi Manusia (HAM) saja, telah mencopot hak seseorang melaksanakan kepercayaan, dalam hal ini jilbab. “Hak semacam ini tidak boleh dibatasi,” kata dia.
Itu sebabnya, kata Kiai Slamet, Polri perlu bersikap tegas dengan menyatakan mempersilakan Polwan berjilbab agar tetap memakai, dan bagi yang belum silakan menunggu aturan yang jelas soal itu. “Jadi, jangan sampai bagi yang sudah pakai jilbab’dilucuti’,” kata dia, diberitakan Republika.
Kiai Slamet mengatakan, apa yang dahulu telah dilakukan pimpinan Polri sebelumnya sudah bagus. Artinya tinggal menyesuaikan saja dengan perkembangan yang ada. “Saya yakin, 100 persen, kalau ada 1.000 persen, saya yakin 1.000 persen, para Polwan tidak keberatan membeli jilbab. Lagian berapa sih harga jilbab,” ucapnya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Kalaupun yang dipertanyakan masalah keseragaman, maka perlu ada edaran penyesuaian. “Kan ini bisa diatur. Jadi, sekali lagi jangan dilucuti,” ucapnya.
Sebelumnya, Wakapolri Komjen Oegroseno mengatakan, setiap Polwan yang memang berkehendak tulus berjilbab dapat melaksanakan keinginan tersebut dengan satu cara, yakni minta dijadikan BKO.
Wakapolri menjelaskan, BKO merupakan mutasi sementara yang sifatnya membuat anggota alih tugas ke satuan lain. Bagi Polwan yang hendak berjilbab, satuan reserse dan intel merupakan pilihan tepat. Sebab, menurut Wakapolri, di satuan ini Polwan dapat mengenakan baju bebas, termasuk menggunakan jilbab.*