Hidayatullah.com—Pemandangan perpolitikan Indonesia hari-hari ini dinilai kurang mengenakkan. Partai Politik (Parpol) yang menghadapi Pemilu terlihat sibuk dan seolah kasak-kasuk.
“Kita menghadapi situasi (Pemilu) yang tidak enak. Parpol kasak-kusuk. Koalisi tapi pertimbangannya menang. Seharusnya ada kekuatan politik yang bersedia tidak ada di pemerintahan. Agar menjadi penyimbang yang sehat,” ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Profesor Dr Jimly Assiddiqie saat peluncuran buku “Menakar Presidensialisme Multipartai di Indonesia” karya desertasi Djayadi Hanan, , Ph.D, Jumat (25/04/2014) malam di Universitas Paramadina, Jalan Gatot Subroto Kav. 97, Mampang-Jaksel.
Parpol-parpol yang ingin berkoalisi sekarang ini justru di luar konsep bersih untuk membangun bangsa dan Negara. Mereka yang seharusnya membangun bangsa dan Negara dengan elegan dan bermartabat.
Seharusnya, jika ingin sama-sama membangun Negara, Parpol tidak harus masuk semua dalam pemerintahan, melainkan yang di luar pemerintahan pun bisa ikut andil. Hal ini untuk menjadi penyimbang. Dan tentunya penyimbang yang sehat, ujarnya Jimly mengingatkan.
Namun sikap yang kini ditunjukkan para Parpol kebanyakan lebih pragmatis daripada idealis. Kemudian isi intelektual pun tidak ditegakkan di setiap Parpol. Sehingga mengejar atau memburu jabatan bagi perpol pun tidak dapat dihindari.
“Sikap pragmatis dirubah dengan sikap idealis. Intelektual dan isi yang jelas. Jadi jangan hanya memburu jabatan saja,” ujarnya.
Jimly sendiri menyadari, bahwa Pemilu pada tahun 2014 ini sangat banyak terjadi permasalahan dan kecurangan. Disayangkan pula, permasalahan yang terjadi memiliki sikap masif. Ia menyebutkan ada dua faktor mengapa kisruh pemilu saat ini terjadi.
Pertama, sistem suara terbanyak yang diterapkan pada tahun 2009, dan itu dilakukan secara mendadak. Terjadinya dadakan tersebut karena berbarengan dengan keputusan MK pada saat itu. Sehingga terjadi kekacauan.
Kedua, internal partai yang calegnya berjumlah ratusan bermain sendiri dalam meraih suara.
“Banyak sekali masalah di dalam Pemilu saat ini. Terjadinya pun masif. Dua faktor penyebabnya. Pertama sistem suara terbanyak pada tahun 2009. Kedua semua caleg berjuang sendiri dalam meraih suara,” ucap Prof. Jimly menanggapi salah satu pertanyaan wartawan tentang kisruh Pemilu.
Di samping itu, penyelenggaraan Pemilu saat ini lebih rumit dan menyulitkan. Belum lagi perhitungan suara yang acapkali bermasalah dan dokratis. Dan seharusnya, semakin maju cara memilih dalam Pemilu sekarang, semakin efisien. Bukan justru menambah rumit.*