Hidayatullah.com–Berpuasa tidak hanya menahan lapar dan haus saja. Tapi juga mengendalikan hawa nafsu. Perangkat elektronik seperti telepon genggam, game online, bahkan televisi sekalipun, bukanlah pengalih yang tepat agar anak bisa menahan lapar dan haus.
“Seharusnya bulan Ramadhan saat yang tepat untuk dijadikan bulan pendidikan. Bukan cuma menahan lapar dan haus saja, tapi juga melatih bangun pagi, lebih kreatif dan semangat,”jelas Ida S. Widayanti penulis “Mendidik Karakter dengan Karakter” saat temu keluarga besar Kelompok Media Hidayatullah, Kamis, 28 Juni 2014 di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta.
Banyak orangtua tidak mau repot mencari subtitusi gadget dan perangkat elektronik tersebut. Alih-alih memberikan kegiatan kreatif, para orangtua merasa terbantu dengan kehadiran gadget.
“Perangkat elektronik itu bisa mengalihkan rasa lapar dan haus anak. Tapi hanya sebatas itu. Setelah Ramadhan, habit mereka kembali seperti biasa. Bangun siang dan tidak ada perbaikan akhlak berarti,” tukasnya. Padahal, momen Ramadhan diharapkan menjadi perbaikan di sebelas bulan lainnya.
Ida mengatakan, banyak keburukan yang diderita anak jika kecanduan gadget dan perangkat elektronik. Diantaranya, minim empati, malas dan sulit mengkaji ilmu pengetahuan.
“Kita akan sulit menyelesaikan sebuah aktivitas jika diselingi dengan menonton televisi. Jeda iklan, akan memutus konsentrasi.
Seperti membaca, kita harus fokus pada halaman. Kalau diselingi nonton TV, bacaan nggak akan selesai,”papar Ibu tiga anak itu.
Tidak sulit mencari kegiatan kreatif. Banyak ditemukan disekitar kita. Membawa anak berkeliling kampung atau sekitar rumah, menghirup udara pagi seusai shalat Subuh sampai memasak bersama, aktivitas yang menyenangkan. Berkeliling kampung, kata Ida, mengajari kecerdasan ruang atau spasial. Anak akan dilatih membuat peta kampung dalam memori bawah sadarnya.
Selain menyuplai oksigen terbanyak, udara pagi hari menghalau kantuk setelah makan sahur.
“Sekarang banyak anak yang ingin jadi Chef. Memasak menjadi kegiatan yang disukai. Kalau anak sudah suka, mereka bisa mengalihkan gadgetnya pada aktivitas kreatif,”tuturnya.
Ida menekankan keterlibatan orangtua. Jika ayah-Ibunya mau berkeliling kampung dan memasak bersama, rasa percaya diri anak meningkat. Mereka dengan mudah meneladani apa yang dilakukan orangtua.
“Orangtua juga perlu menyediakan fasilitasnya. Misalnya memberikan alat main congklak, membelikan bahan masakan atau menyediakan kain-kain flanel untuk dibuat baju-baju boneka,”ulasnya.
Menyajikan permainan tradisional, menurut Ida, aktivitas kreatif yang juga tepat mengisi liburan sekolah sembari menunggu waktu berbuka puasa. Permainan gobak sodor, congklak, masak-masakan, mengasah jiwa kepemimpinan, kerjasama tim dan juga berhitung.
“Main congklak akan melatih keahlian berhitung, tambah, kurang, bagi,”tutur mantan dosen ITB jurusan Teknik Mesin yang banyak mengkaji seputar pengasuhan anak itu.*
Ida S. Widayanti penulis “Mendidik Karakter dengan Karakter” saat temu keluarga besar Kelompok Media Hidayatullah, Kamis, 28 Juni 2014 di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta.