Hidayatullah.com— Rapat paripurna DPRD DKI Jakarta Jumat (14/11/2014) pagi mengumumkan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta. Rapat yang berlangsung sekitar lima menit dan tanpa dihadiri para politisi dari fraksi-fraksi pendukung Koalisi Merah Putih. [Baca: Tanpa Koalisi Merah Putih, DPRD DKI Umumkan Ahok Sebagai Gubernur DKI]
Media-media asing memuji terpilihnya Ahok sebagai gubernur untuk pertama kalinya di ibukota DKI Jakarta yang berasal dari etnis Tionghoa. “Kini, untuk pertama kalinya gubernur baru ibukota DKI Jakarta berasal dari etnis Tionghoa,” tulis media Jerman DW.DW.
Sementara BBC Indonesia memuji-muji Ahok sebagai pemimpin daerah yang anti menerima suap, sehingga dia dinobatkan sebagai Tokoh Anti Korupsi tahun 2007.
Ahok banyak didukung media asing dan kalangan aktivis LSM setelah keberaniannya dengan Front Pembela Islam (FPI).
Majunya Ahok menjadi orang penting mendapat pujian langsung pendiri Asosiasi China-Indonesia.
“Indonesia telah mengalami kemajuan yang luar biasa sejak masa Suharto,” ujar Benny Setiono dikutip DW.DW.
“Siapa yang pernah berpikir bahwa seorang pria China dan Kristen seperti Ahok bisa menjadi Gubernur DKI Jakarta?” ujarnya
Pernyataan Sombong
Dilahirkan dalam sebuah keluarga kaya di pulau Belitung, Ahok menamatkan studi geologi di universitas di Jakarta, sebelum kembali ke kampung halamannya dan masuk ke dunia bisnis. Ia kemudian masuk dalam kancah politik lokal tahun 2004.
Namun gaya Ahok dalam berkomunikasi dan berpolitik yang sering dinilai menyakiti perasaan umat Islam, ikut membuat Front Pembela Islam (FPI) dan berbagai elemen ormas Islam gerah.
“Aksi massa menolak pengangkatan Ahok jadi Gubernur hemat saya berawal dari cara memimpin yang buruk, arogan selalu selalu gunakan gaya cynical communication (komunikasi sinis) terhadap pihak yang tidak disukainya, “ ujar Henri, salah seorang mahasiswa S3 pemikiran Islam di Malaysia.
Menurutnya, budi bahasa yang dipertontonkan ke publik selama ini berbeda jauh dengan bahasa pejabat semala ini. Bahasa yang digunakan Ahok, bukanlah bahasa cinta dari pemimpin pada rakyatnya, bahkan cenderung menciptakan perpecahan di kalangan masyarakat.
Di antara sekian pernyataan Ahok yang cukup sombong ketika ia mengatakan, “Jika saya belum dapat hidayah tanyakan saja pada Allah”.
Padahal, siapapun yang menjadi pemimpin sudah sepatutnya menjadikan bahasa cinta dalam berkomunikasi, merangkul yang jauh dan merapatkan yang dekat, tapi Ahok tidak.
Seperti halnya Henri, sebelum ini, Sri Bintang, dirinya menolak Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta karena Ahok memiliki kepribadian yang buruk sebagai publik figur.
Menurutnya, tokoh perlawanan di era Orde Baru, Dr Sri Bintang Pamungkas menilai Ahok dikenal bermulut besar, sombong dan bicaranya terkadang kotor.
“Ahok itu sok pandai. Bicara besar, sombong, dan kotor omongannya,” katanya saat aksi menolak Ahok di Jakarta.* [Baca: Dinilai Sombong, Sri Bintang Pamungkas Ikut Tolak Ahok Jadi Gubernur DKI]