Hidayatullah.com–Hingga menjelang pertengahan April 2015, eksekusi dua terpidana mati kasus narkoba ‘Bali Nine’ Myuran Sukumaran dan Andrew Chan tidak kunjung dilakukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Padahal permohonan grasi yang diajukan kedua terpidana mati yang merupakan warga negara Australia itu sudah ditolak oleh Presiden Joko Widodo.
Hal ini membuat keprihatinan banyak pihak. Anwar Abbas, Ketua Komite Gerakan Nasional Anti Narkoba (Ganas Annar) Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan ditunda-tundanya eksekusi mati ini merupakan preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.
Menurut Anwar, penundaan ini kedepannya dapat membuat para para pengedar narkoba tidak kapok meyeludupkan barang haram itu ke Indonesia.
“Pilih mana, kita selamatkan terpidana mati yang hanya beberapa orang atau pilih orang banyak, masyarakat Indonesia? Tentunya pemerintah harus pilih orang banyak. Rakyat Indonesia pasti akan mendukung pemerintah, meski eksekusi ini ditolak oleh Australia,” kata Anwar kepada hidayatullah.com melalui sambungan telepon baru-baru ini.
Berdasarkan data Ganas Annar MUI, saat ini setidaknya ada 5 juta jiwa orang Indonesia yang kecanduan narkoba. Dari lima juta itu, satu juta jiwa sudah tidak bisa direhabilitasi.
“Jumlah korban narkoba ini kan lebih dahsyat dari korban bom Hiroshima dan Nagasaki di Jepang. Jumlah korban narkoba di Indonesia naik dari tahun ke tahun,” tegas Anwar.
Anwar melanjutkan, bagi korban narkoba yang tidak bisa direhabilitasi maka mereka tidak bisa produktif lagi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika demikian, mereka ini menjadi beban keluarga maupun negara.*