Hidayatullah.com– Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH. Ma’ruf Amin mengatakan bahwa para ulama sepakat pemimpin yang berjanji akan melaksanakan sesuatu tetapi tidak sesuai dengan ajaran agama dan bertentangan dengan ajaran agama maka, umat tidak boleh melaksankan apa yang diperintahkan.
“Misalnya, mengajak berbuat maksiat kepada Allah jelas tidak boleh,” kata KH. Ma’ruf saat menjadi pembicara pada acara diskusi dengan tema “Janji Pemimpin Dalam Tinjauan Fikih Dan Kondstitusi” di Aula Lantai 4 Kantor MUI Menteng Jakarta Pusat, Kamis (04/06/2015).
KH. Ma’ruf mengatakan andaikan ada pemimpin yang mengambil langkah-langkah dan bertentangan dengan agama Islam maka haram bagi umat untuk taat pada kepemimpinannya.
“Misalnya pemimpin yang melegalkan prostitusi, pelacuran, perzinahan dan seterusnya. Itu jelas harus ditolak,” tegas KH. Ma’ruf.
Sementara itu, kata KH. Ma’ruf kalau ada pemimpin yang berjanji dan tidak bertentangan dengan syariat Islam, tidak mengajak maksiat kepada Allah dan bahkan justru akan membawa kemaslahatan bagi umat, entah itu presiden, gubernur, walikota dan sebagainya.
“Lalu dia berjanji kalau saya menjadi pemimpin maka saya akan begini, begini, dan begini. Lalu, dia menjadi pemimpin betulan, itu bagaimana? Nah, hal itu jadi suatu perdebatan,” ujar KH. Ma’ruf.
Pertama, KH. Ma’ruf mengatakan ada yang mengatakan umat haram, artinya tidak boleh melaksanakan apa yang dia perintahkan. Dan, lanjutnya, kalau dia kemudian melanggar janjinya itu tidak perlu diturunkan, atau dima’zulkan selama tidak memerintahkan sesuatu yang membawa kepada kebatilan.
“Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa umat harus melaksanakan apa yang diperintahkannya sebagaimana pendapat Umar bin Abdul Aziz,” jelas KH. Ma’ruf.
Karena itu, menurut KH. Ma’ruf, dia (pemimpin) harus melaksanakan janji-janjinya itu dan wajib. Kalau tidak, dia berdosa kecuali ia tidak melaksanakan janji-janjinya itu karena ada hambatan atau halangan syar’i.
“Kalau saya lebih cenderung kepada pendapat yang wajib, kalau digantung nanti orang tasahul, lalu sedikit-sedikit ganti. Nanti yang ada cuma janji palsu belaka,” pungkas KH. Ma’ruf.*