Hidayatullah.com- Sering teman-teman wartawan bilang ingin mengejar kecepatan dalam menyajikan sebuah berita tetapi mereka seringkali mengesampingkan keakuratan fakta, kredibelitas dan kapabelitas narasumber serta acuan datanya.
Jika saja ada wartawan media siber bilang seperti itu, maka cukup ditanya lebih cepat mana antara media siber dengan media televisi dan radio kalau sama-sama live secara langsung.
Demikian disampaikan Ketua Badan Pekerja Pemilihan Anggota Dewan Pers Indonesia periode 2013-2016, Priambodo R.H saat ditemui hidayatullah.com, di Gedung Dewan Pers Jalan Kebon Sirih, Jakarta belum lama ini.
“Pasti lebih cepat radio dan televisi kan? Bahkan televisi lebih lengkap, ada suara dan gambarnya,” ujarnya.
Menurut Ketua Bidang Multimedia dan Teknologi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) karena ketaatan media penyiaran (televisi dan radio) kepada kode etik jurnalistik atau kode perilaku penyiaran (sebab siaran dalam ranah publik) maka mereka tetap terampil dalam menyajikan narasumber, wawancara, dan meyampaikan fakta dengan cepat.
“Nah, wartawan media siber juga tidak boleh terlambat apalagi sekarang ini muncul adanya klaim bisa memakai twitter, whats app, blackberry messenger, protet-protet dan media sosial lainnya,” ujar Direktur Eksekutif Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS).
Bahkan, lanjut Priambodo, pemberitaan yang seperti itu diaku-akui sudah termasuk citizen jurnalisme. Padahal menurutnya bukan citizen juralistik melainkan hanya menyambungkan informasi yang sudah ada, bahkan itu bisa disebut plagiat karena menyajikan informasi orang lain.
Lebih lanjut lagi, Priambodo menuturkan, saat ini banyak bentuk aplikasi media sosial yang bisa digunakan untuk menghubungi narasumber. Menurutnya, media yang seperti itu boleh saja tetapi harus memastikan dulu bahwa yang menjawab itu benar-benar narasumber yang bersangkutan, bukan sekretaris atau asisten pribadi maupun keluarganya.
“Dalam jurnalisme yang namanya wawancara tatap muka belum ada yang mengantikannya secara langsung,” cetusnya.
“Kalau mau, lewat skype saja, justru lebih jurnalisme daripada pakai whats app, blackberry messenger, line dan sejenisnya. Meski skype tidak berhadapan secara langsung tetapi bisa bertatap muka meski dalam ruang berbeda,” imbuhnya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Menurut Priambodo kepentingan menguji narasumber itu perlu dan harus dipastikan kebenarannya. Dan dengan wawancara langsung wartawan justru bisa menilai kapasitas narasumber dan merasakan apakah narasumber berbohong atau bingung dalam memberikan jawaban.
“Kalau lewat whats app, bbm, line dan sejenisnya bisa jadi itu pernyataan copypaste saja, bukan dari hasilnya sendiri tetapi pendapat orang lain,” tuturnya.
Menurut Priambodo pemberitaan dengan cara-cara seperti itu yang harus dihindari media siber meskipun sekarang ini memang banyak media siber yang melakukan dan mengklaimnya sebagai produk jurnalisme.*