Hidayatullah.com—Kota Aceh patut bergembira kedatangan tamu istimewa, Syeikh Belaid Hamidi, penulis delapan mushaf Al-Quran asal Maroko yang juga seorang Dewan Hakim Perlombaan Kaligrafi Internasional Ircica, Turki.
Belum lama ini Syeikh Belaid Hamidi hadir dalam pengajian KWPSI dengan tema, “Penulisan Ayat-ayat Al-Quran Rahhalah di Bumi Aceh” didampingi dua muridnya asal Aceh, Mukhlis Ilyas dan Khairul Rafiqi, keduanya bertindak sebagai penerjemah.
Pria kelahiran tahun 1959 di ‘Ain Lauh, Kerajaan Maroko ini, dikenal sebagai Khattath Arab Muslim pertama yang mendapatkan 3 ijazah pada 5 cabang utama seni kaligrafi.
Dewan Juri pada Lomba Kaligrafi Internasional di Turki tahun 2007 dan 2009, yang diadakan oleh IRCICA, sebauah lembaga yang concern terhadap seni dan peninggalan Islam, yang berada di bawah naungan OKI ini mengaku memulai menulis mushaf saat usianya menginjak 40 tahun di suatu malam akhir tahun 1980-an. Kala itu, ia mengaku telah bermimpi bertemu Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam.
Dalam mimpi itu, Rasulullah memintanya menuliskan mushaf Al-Quran.
“Setelah mimpi itu, saya sangat ingin menulis Al-Quran, tapi ada satu kendala yaitu saya berjanji akan mulai menulis Al-Quran pada umur 40,” ungkap Syeikh Belaid.
Saat keinginan menuliskan Al-Quran semakin memuncak, Syeikh Belaid yang saat itu sudah dikenal sebagai salah seorang ahli khat, mendapatkan tawaran dari sebuah penerbit di Maroko untuk menuliskan mushaf Al-Quran.
“Sungguh suatu kebetulan, ketika tawaran itu datang umur saya tepat masuk usia 40 tahun. Esok harinya, saya langsung datang ke penerbit itu dan menyanggupi untuk menuliskan Al-Quran yang nantinya akan dicetak dan disebarkan ke masyarakat,” kata ulama kelahiran ‘Ain Lauh, Maroko, tahun 1959 ini.
“Penulisan pertama saya mulai pada hari Jumat pertama tahun 1999 bertepatan dengan 15 Ramadhan 1420 H. Alhamdulillah selesai pada hari Jumat terakhir pada tahun itu juga. Jadi itu adalah mushaf terakhir pada abad 20,” ujar.
Mushaf karya Syeikh Belaid ini dicetak di Percetakan Al-Ma’arif di Rabat, Maroko. Mushaf ini dicetak setelah melalui tashih berkali-kali. Hingga terakhir, ditashih oleh pentashih Muhammad Naji Muhammad al-Bahlawi.ý Hingga saat ini (2015), Syeikh Belaid Hamidi telah menyelesaikan penulisan delapan mushaf Al-Quran.
Kini, Syeikh Belaid Hamidi menetap di Mesir dan menjadi musyrif sekaligus pengajar khat di Markaz Halqah al-Khairiyyah di Maidan Husain, di mana mayoritas murid-muridnya juga mahasiswa al-Azhar
Di Markaz Halqah al-Khairiyyah di Maidan Husain, tempat Syeikh Belaid mengajar di Mesir, memiliki anak didik yang sebagian besar merupakan mahasiswa al-Azhar, Kairo. Setidaknya, aaat ini, ada 12 muridnya berasal dari Aceh.
Di sela-sela mengisi pengajian yang dihadiri berbagai kalangan seperti wartawan KWPSI, ormas Islam, mahasiswa, akademisi, ulama, pengusaha, anggota dewan, birokrat dan kalangan profesional lainnya tersebut, Syeikh Belaid Hamidi, juga menuliskan satu ayat Al-Quran dalam mushaf yang sedang disusunnya.
Pada ujung pengajian tersebut, Syeikh Belaid menuliskan ayat ke-78 dalam Surat An-Naml yang artinya: “Sesungguhnya Tuhanmu akan menyelesaikan perkara di antara mereka dengan keputusan-Nya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.”
Didampingi muridnya, Mukhlis Ilyas, Syeikh Belaid mengatakan, ayat yang ditulisnya di pengajian KWPSI ini merupakan lanjutan dari rangkaian mushaf Al-Quran yang sedang dirampungkannya. [Baca: Syeikh Belaid Hamidi: Bangkitkan Kembali Semangat Penulisan Mushaf di Aceh]
Ini adalah Mushaf kedelapan yang ditulis dengan tangan Syeikh Belaid. Mushaf kedelapan ini diberinama Mushaf Rahalah (mushaf perjalanan).
Dikatakan mushaf perjalanan, karena lembaran-lembaran Al-Quran ini ditulis oleh Syeikh Belaid di setiap negara yang disinggahinya.
Total, ia telah mengunjungi 13 negara. Di setiap negara ini Syeikh Belaid menuliskan Al-Quran disertai catatan pinggir nama daerah dan negara yang disinggahinya.
“Hari ini saya berada di Aceh tepat pada bulan Safar. Sungguh merupakan suatu yang kebetulan bahwa mushaf yang sedang saya tulis ini, saya mulai pada bulan Safar tahun lalu,” kata Syeikh Belaid.
Syeikh Belaid mengatakan, merupakan suatu kebetulan jika ketibaan ke Aceh bertepatan dengan bulan Safar. “Ini semua karena kehendak Allah Swt, sama sekali saya tidak merencanakan tiba di Aceh pada bulan Safar, bulan di mana saya mengawali penulisan Mushaf Rahallah ini. Karena kalau saya buat rencana, bisa saja saya akan sakit atau mendapat kendala lain,” ungkap Syeikh Belaid.*/T Zulhairi