Hidayatullah.com—Puluhan organisasi masyarakat (Ormas) yang tergabung dalam Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau beraudiensi dengan Menteri Komunikasi dan Informasi RI.
Mereka menyampaikan masukkan terkait Rancangan Undang-Undang Penyiaran yang saat ini sedang dibahas di DPR. Secara spesifik koalisi ini mendukung draft terakhir DPR yang melarang iklan dan promosi rokok di penyiaran. Koalisi meminta pemerintah Menkominfo mendukung agar iklan rokok tidak diperbolehkan di media penyiaran.
“Minuman keras sudah jelas dilarang diiklankan di televisi, namun rokok masih diperbolehkan, meski dengan pembatasan waktu dan selama tidak menampilkan wujud rokok dan orang yang sedang merokok” ujar Ketua koalisi Ifdhal Kasim yang juga mantan ketua Komnas HAM ini.
Menurut Ifdhal kondisi ini menyebabkan lemahnya penegakan hukum terhadap larangan zat adiktif. Jelas itu merugikan perlindungan kesehatan masyarakat.
Baca: Penelitian: Merokok Dapat Rusak DNA Anda Secara Permanen
Sementara itu Deni W. Kurniawan, anggota koalisi dari Indonesian Institute for Social Development (IISD) menyatakan di berbagai belahan dunia pelarangan total iklan rokok terbukti efektif mengurangi konsumsi rokok.
“Penelitian yang dilakukan di 102 negara menunjukkan bahwa negara yang melarang promosi secara parsial menurunkan konsumsi hanya 1%, sementara pelarangan secara total promosi rokok akan menurunkan konsumsi rokok 9%” ujarnya menjelaskan. Sementara itu studi lain di 30 negara berkembang menunjukkan bahwa pelarangan sebagian menurunkan konsumsi per kapita sebanyak 13,6% sementara pelarangan total menurunkan konsumsi hingga 23,5%.
Virgo Sulianto perwakilan dari Pemuda Muhammadiyah menyatakan bahwa dalam konteks iklan rokok Indonesia sudah tertinggal jauh dari berbagai negara lain.
“Di banyak negara pengaturan rokok itu dilakukan pertama-tama dengan melarang iklan rokok. Indonesia ketinggalan beberapa langkah dari Negara lain” tambahnya.
Menkominfo, Rudiantara menyatakan belum menerima draft RUU Penyiaran baru karena pembahasan masih belum selesai di DPR. Selanjutnya Menkominfo menyampaikan bahwa pada prinsipnya RUU Penyiaran harus netral dan focus mengatur isu penyiaran. Meskipun begitu, UU penyiaran harus tunduk dan menyesuaikan kepada peraturan perundang-undangan di sektor lain yang sudah berlaku. Terkait rokok, jika UU Kesehatan sudah menyatakan rokok sebagai zat adiktif seharusnya diperlakukan sama seperti zat adiktif yang lain. Lebih jauh Rudiantara menyatakan jika pembahasan sudah melibatkan Kemenkominfo ia akan berkoordinasi dengan Menteri Kesehatan.
Seperti diketahui saat ini DPR sedang membahas revisi UU Penyiaran yang masuk dalam prioritas prolegnas 2017. Dalam draft terakhir yang beredar, Panja DPR mencantumkan iklan sebagai salah satu tayangan iklan yang dilarang untuk disiarkan. Draft RUU ini saat ini dalam tahap harmonisasi di badan legislasi DPR.
Dalam kesempatan tersebut koalisi menyampaikan kertas kebijakan (policy paper) Perlunya melarang iklan rokok sebagai strategi untuk membendung perokok pemula. Koalisi melihat bahwa salah satu penyebab masih tingginya pandemi rokok di Indonesia karena kebijakan yang belum komprehensif, salah satunya belum melarang iklan rokok di berbagai media penyiaran.
Baca: Malaysia Berlakukan Kerja Sosial Bagi Pelanggaran Merokok
Koalisi NGO Indonesia untuk Pengendalian Tembakau merupakan koalisi yang terbentuk dari Diskusi Terfokus mengenai “Eksistensi Industri Rokok terhadap Penghormatan HAM di Indonesia” pada 28 Agustus 2014 di PP Muhammadiyah.
Beberapa lembaga yang termasuk dalam koalisi ini adalah Human Rights Working Group (HRWG), Indonesian Institute for Social Development (IISD), Lembaga Hubungan Luar Negeri PP Muhammadiyah, Indonesia Corruption Watch (ICW), Raya Indonesia, YLBHI, Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) PP Muhammadiyah, dan tokoh-tokoh hak asasi mansia dan pengembangan masyarakat.
Koalisi ini juga didukung oleh Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) yang terdiri dari Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah.*