Hidayatullah.com– Divisi Pemberdayaan dan Pengelolaan Wakaf Badan Wakaf Indonesia (BWI), Jurist Efrida Robiyantono, menyatakan bahwa wakaf merupakan instrumen tertinggi dalam sejarah peradaban ekonomi Islam.
“Wakaf (produktif) pertama adalah wakaf Umar bin Khattab, waktu itu mewakafkan sebidang tanah, kebun,” jelasnya pada acara BWI meluncurkan Buku Pedoman Akuntansi Wakaf di The Sultan Hotel, Jakarta Pusat, Selasa (08/08/2017).
Baca: Mengembalikan Eksistensi Wakaf sebagai Solusi Kesejahteraan Umat
Artinya, kata Jurist, wakaf dilihat tidak hanya untuk pesantren dan masjid.
“Artinya ini adalah wakaf produktif,” imbuhnya.
Dan hal itu, sambungnya, juga telah dilakukan oleh Singapura, Mesir, dan berbagai negara lainnya.
“Kita tertinggal dari yang lain,” terangnya.
Jurist pun mengatakan bahwa wakaf itu harus dikelola secara profit oriented (berorientasi pada keuntungan).
“Jadi, orang itu sedang mewakafkan aset yang masih produktif,” tandasnya.
Pada acara yang sama, Ketua Dewan Ahli BWI, KH Tolchah Hasan, menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi wakaf yang cukup besar.
Baca: Ketua Dewan Ahli BWI: Potensi Wakaf di Indonesia Cukup Besar
Sebagai bukti besarnya potensi itu, mantan Ketua BWI ini menerangkan bahwa banyak lembaganya yang berkembang dari hasil wakaf dari zaman dulu.
“(Wakaf) itu sebagai perintah agama yang emang memberi manfaat bagi kehidupan manusia,” jelas pria yang sudah berumur 82 tahun ini.* Ali Muhtadin