Hidayatullah.com– Sekarang ini Polri cukup banyak membeli persenjataan untuk melengkapi alutsista anggotanya.
Menanggapi hal itu, Ketua Presidium Ind Police Watch (IPW), Neta S Pane memandang, sudah saatnya dasar hukum pembelian persenjataan Polri dibenahi dan direvisi agar tidak terjadi lagi penyitaan senjata kepolisian oleh TNI, seperti beberapa waktu lalu.
“Ada sejumlah ketentuan hukum yang tumpang tindih berkaitan dengan pengadaan persenjataan Polri,” kata Neta dalam keterangan tertulisnya yang diterima hidayatullah.com, Selasa (12/12/2017).
Misalnya, kata dia mencontohkan, Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 7 Tahun 2010 Tanggal 18 Juni 2010 yang ikut mengatur persenjataan kepolisian. Padahal Polri tidak lagi di bawah Kementerian Pertahanan.
Baca: Terkait 5.000 Pucuk Senjata Ilegal, Menko Polhukam Wiranto Bantah Panglima TNI
Neta menyarankan, sejumlah perundang-undangan tentang penggunaan senjata api dan bahan peledak oleh sipil dan militer yang dikeluarkan pemerintah, baik dalam bentuk Keppres, Inpres, serta Peraturan Menteri Pertahanan, perlu segera direvisi. Tujuannya untuk menghindari kesimpangsiuran soal persenjataan.
Selain itu, menurutnya, agar penyitaan persenjataan Polri oleh TNI di Bandara Soekarno Hatta Jakarta beberapa waktu lalu tidak terulang. Sebab ke depan akan cukup banyak jumlah persenjataan Polri yang masuk ke dalam negeri untuk melengkapi alutsista anggotanya.
“Terutama dua tahun ke depan dimana akan berlangsung Pilkada Serentak dan Pilpres, Polri tentu membutuhkan alutsista yang maksimal untuk menjaga keamanan masyarakat,” ucapnya memprediksikan.
Hingga akhir 2017 ini saja, tutur Neta, Polri sudah menggeluarkan anggaran sebanyak Rp 1,3 triliun untuk pengadaan senjata Brimob dan Sabhara. Senjata itu terdiri dari pistol caliber 9 mm, granat kejut, alat bidik sniper, senpi sniper 308, senjata serbu, dan lain sebagainya.* Andi