Hidayatullah.com– Kuasa Hukum Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia, Feizal Syahmenan, menilai, keliru jika pengaturan norma pidana terhadap perilaku seks menyimpang lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) merupakan over kriminalisasi dan rentan persekusi.
Menurutnya, dalam membuat sebuah perundang-undangan di Indonesia, memang harus dijiwai UUD 1945 dan Pancasila sebagai falsafah negara. Adapun pola hidup LGBT, kata dia, jelas tidak sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila.
“Jadi kalau dibuat sebuah ketentuan perundangan yang melarang LGBT, salahnya tuh dimana?,” ujarnya kepada hidayatullah.com usai Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, awal pekan ini, Senin (29/01/2018).
Baca: AILA: Gugatan di MK Upaya Merekayasa Sosial, Bukan Kriminalisasi
Kemudian, lanjut Feizal, anggapan yang mengatakan penjara akan penuh jika dibuat norma pidana bagi LGBT juga suatu pemikiran yang keliru.
Ia mencontohkan, bagaimana UU Korupsi, UU Narkotika, dan sebagainya, tidak serta merta menjadikan penjara penuh gara-gara orang yang korupsi dan pakai narkoba. Hal itu karena ada proses-proses hukum.
“Bisa saja seseorang diputus bebas, tidak bersalah, direhabilitasi, dan sebagainya. Kan, tidak langsung penjara. Semua kembali ke prosedur yang berlaku, ada proses pengadilan,” paparnya.
Baca: AILA: Seks Bebas dan LGBT Tak Sesuai Kepribadian Bangsa
Namun, Feizal menegaskan, yang terpenting bagaimana negara berkewajiban untuk membina masyarakatnya agar sesuai dengan Pancasila. Salah satunya dengan membuat norma hukum terhadap perilaku seks menyimpang.
“Justru itu dibuat aturan, supaya terukur. Kalau tidak dibuat aturan maka akan terjadi penafsiran masing-masing,” tandasnya.
“Jadi hukum itu adalah alat rekayasa sosial, ketika hukumnya baik maka mencegah masyarakat jadi rusak. Kalau dibilang LGBT ini takdir, apanya? sejauh mana dia berupaya tidak seperti itu, karena fitrahnya tidak begitu,” pungkas Feizal.*
Baca: Mahfud MD: Kriminalisasi LGBT Dibolehkan Konstitusi, Tak Langgar HAM