Hidayatullah.com– Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, menyatakan, keputusan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang melarang mahasiswanya memakai cadar merupakan hal yang bersinggungan dengan agama dan hukum.
“Kasus (larangan cadar) yang di Jogja ini ada dua ranah yang kesenggol sekaligus, yaitu ranah agama dan ranah hukum positif,” ujarnya kepada wartawan termasuk hidayatullah.com di Kantor MUI Pusat, Jakarta, Selasa (06/03/2018).
Baca: PP Muhammadiyah: Sebaiknya UIN Yogyakarta Pertimbangkan Persekusi Cadar
Anwar menambahkan, memakai cadar merupakan masalah furuiyah atau cabang di dalam agama Islam. Sebagian ulama berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat, sebagian lainnya mengecualikan wajah dan telapak tangan sebagai bagian dari aurat wanita.
“Dalam hal yang furuiyah seperti ini MUI bertoleransi dan mengimbau supaya umat dalam masalah ini untuk lebih berlapang dada dan saling menerima” paparnya.
Baca: Sayangkan Pelarangan, Fahira akan Advokasi Jika Mahasiswi Bercadar Dipecat
Akan tetapi MUI bersikap tegas jika perbedaan itu dalam masalah pokok agama (aqidah) seperti masalah Tuhan, Nabi, dan lain-lain.
Selanjutnya, Anwar juga menyebutkan bahwa peraturan larangan cadar juga bersinggungan dengan ranah hukum positif. Dimana Undang-Undang Dasar 1945 menempati posisi tertinggi dalam hirarki hukum di Indonesia.
Pada Pasal 29 ayat 2 UUD 1945; menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
“Jadi kalau misalnya warga negara ada yang memakai cadar, negara harus menghormati itu,” tegasnya.* Zulkarnain