Hidayatullah.com– Menanggapi larangan bercadar di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, Sumatera Barat, Pakar Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Mudzakir, menilai larangan itu melanggar konstitusi dan harus dicabut.
Sebab setiap penduduk mempunyai hak kebebasan menjalankan ajaran agamanya seperti diatur dalam pasal 29 ayat 2 UUD 1945. Dan pemakaian cadar menurutnya merupakan bagian dari ajaran agama Islam.
“Cadar itu bagian dari interpretasi pelaksanaan ajaran agama Islam sebagai perwujudan dari ketaatan seseorang terhadap agamanya,” terangnya kepada hidayatullah.com Jakarta, Senin (19/03/2018).
Baca: Dosen IAIN Bukittinggi: Cadar Tidak Mengganggu Proses Belajar Mengajar
Meski, kata dia, ada juga ajaran Islam yang menyatakan aurat perempuan itu seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan muka. “Saya kira sebagai Rektor IAIN mestinya dia tahu ajaran agama sampai batas mana.”
Karena cadar merupakan hak konstitusional, maka menurutnya, siapapun, termasuk rektor, tidak boleh melarangnya.
“Kalau ada rektor yang melarang (cadar), menurut saya peraturan rektor bertentangan dengan pengamalan hak-hak asasi manusia yang terkait dengan hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh pasal 29 UUD 1945,” ujarnya.
Sebelumnya, Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN Bukittingi mengeluarkan surat edaran terkait kode etik berpakaian di lingkungan kampus bagi para mahasiswa. Dalam salinan surat edaran diterima hidayatullah.com, tertulis imbauan untuk para mahasiswa antara lain agar tidak melanggar kode etik berpakaian.
“(Yaitu) bagi perempuan memakai pakaian agak longgar, jilbab tidak tipis dan tidak pendek, tidak bercadar/masker/penutup wajah, memakai sepatu dan kaos kaki,” demikian tertulis dalam surat edaran yang ditandatangani Nunu Burhanuddin tertanggal 20 Februari 2018.
IAIN Bukittinggi pun mengeluarkan surat teguran tertulis bagi seorang Dosen FTIK atas nama Hayati Syafri. Surat teguran tersebut dikeluarkan pada 6 Desember 2017 yang ditandatangani oleh Dekan FTIK, Nunu Burhanuddin, yang berisi tentang peringatan terhadap Hayati untuk berpakaian di dalam kampus sesuai dengan kode etik dosen IAIN Bukittinggi.
Rektor IAIN Bukittinggi Ridha Ahida sejak Jumat (16/03/2018) sudah berkali-kali dihubungi hidayatullah.com untuk diminta tanggapan atau klarifikasi terkait kasus pelarangan cadar di kampus tersebut, baik lewat telepon maupun pesan WhatsApp, namun Ridha tak kunjung menyampaikan penjelasan. Pada Senin (19/03/2018) setidaknya sudah tiga kali nomor kontak sang rektor dihubungi. “Ada tamu,” ujarnya singkat saat sempat menjawab panggilan telepon media ini, Senin siang.* Andi
Baca: DPR: Otonomi IAIN Bukittinggi Harus dalam Bingkai UUD 1945