Hidayatullah.com– Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, narasi isu terorisme selama ini cenderung monolog.
Terbaru, ia mencontohkan, bagaimana dalam kasus kerusuhan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, informasi yang diterima publik hanya dari satu sumber. Wartawan dibatasi untuk memperoleh informasi dari sumber lain atau menggali lebih dalam.
“Semua produksi narasi hanya bersumber dari polisi. Tidak ada kroscek dan pengawasan sama sekali,” ujarnya dalam diskusi ‘Quo Vadis RUU Terorisme’ di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Rabu (23/05/2018).
Baca: ‘Pengkritik Penanganan Teror Jangan Dituduh Pro Teroris’
Dahnil mengungkapkan, bagaimana narasi yang monolog sempat dipatahkan dengan kroscek yang dilakukan Komnas HAM dan Pemuda Muhammadiyah pada kasus terduga pelaku aksi terorisme, Siyono.
“Kalau misalnya tidak melakukan autopsi atas permintaan Komnas HAM maka yang terpapar di publik hanya Siyono meninggal karena melakukan perlawanan terhadap aparat. Maka itulah kebenarannya,” jelasnya.
Padahal, terang Dahnil, dari hasil autopsi fakta terungkap, Siyono meninggal karena ada pendarahan di jantung akibat kekerasan fisik yang dilakukan aparat Densus 88.
Dan juga, ungkapnya, kejanggalan klaim autopsi yang dikatakan sudah dilakukan oleh polisi ternyata pada autopsi yang dilakukan dokter dari Muhammadiyah dan Polda Jawa Tengah jenazah Siyono belum pernah diautopsi sebelumnya.*
Baca: Setahun Kematian Siyono: Dari Busyro, Suratmi, Kokam, Densus 88 hingga KPK [1]