Hidayatullah.com– Pakar komunikasi politik Effendi Gazali melakukan penelitian kualitatif bersama rekannya pada Reuni 212 di Monas, Jakarta Pusat dan sekitarnya, Ahad (02/12/2018).
Dari hasil wawancaranya, peserta Reuni 212 antara lain mengungkapkan faktor ketidakadilan terkait kedatangan mereka ke acara itu.
“Saya menemukan kata ‘ketidakadilan’, jadi itu diungkapkan ,’ketidakadilan’. Tapi ketidakadilan yang seperti apa, tentu bisa dilihat dari berbagai sisi. Saya mau kasih contoh yang sederhana aja supaya jangan bawa-bawa orang lain,” ujarnya dalam program dialog ILC semalam di studio sebuah tv swasta satu-satunya yang menyiarkan langsung Reuni 212 kemarin.
Baca: Effendi Gazali: Siapa Sebetulnya yang Membayar Lembaga-lembaga Survei?
“Saya misalnya kalau merasakan konteks ketidakadilan contoh yang kecil saja. Saya kalau nonton di televisi misalnya ada urusan penyerahan sertifikat tanah tuh oleh Pak Jokowi, saya ikut berbahagia. Itu program yang sangat luar biasa,” ungkapnya seraya mengajak hadiri bertepuk tangan.
“Lalu sering ditanya,” lanjutnya, “berapa lama anda ngurus sertifikat tanah? Cepat sekali itu. Selalu cepat. Dan ada ratusan ribuan hampir jutaan lah sudah dibagi-bagikan sertifikatnya. Lalu saya ikut serta, mencoba mengurus sertifikat. Begitu ya. Kebetulan di Kanwil BPN Jakarta Selatan itu….”
Effeni mengaku, ia melakukan pengurusan sertifikat itu mulai bulan Maret, “Sampai sekarang belum jadi-jadi tuh….”
Tapi ketika ada yang menukas, “Kan, Anda (Effendi) orang kaya!”, Effendi memahami itu. “Jadi menarik, ada perbedaan antara orang miskin dengan orang kaya kalau mengurus hak kita dalam mengurus sertifikat hak tanah.”
Lanjut dia, “Kan kita enggak minta dijatahkan sebagai orang miskin, enggak minta supaya proses kita itu dipercepat gitu kan. Kalau di televisi itu cepat dan sering ditanyakan presiden ‘kenapa lama? Harusnya cepat!’ gitu.”
“Nah, saya membawa perasaan ketidakdilan itu datang ke acara kemarin, tetap dengan senyum, untuk melihat oh ternyata banyak juga orang lain yang mengalami ketidakadilan,” lanjutnya.
“Saya aja bisa begitu apalagi orang lain, kurang lebih begitu,” imbuhnya.
Penyampaikan Effendi tersebut diinterupsi oleh Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Irma Suryani Chaniago. Irma mempertanyakan Effendi berbicara dalam dialog itu untuk memberikan pencerahan kepada bangsa atau “mau bicara dari sisi sebelah” atau “bicara sebagai orang yang di tengah”?
“Karena dari tadi saya dengar yang disampaikan itu justru provokatif,” tuding Irma dengan raut wajah dan nada bicara terlihat serius.
Irma mengklaim, “Saya terus terang saja, saya engak sama sekali khawa…, kami tidak sama sekali khawatir dengan 212, bahkan kami santai-santai saja. Tapi sebagai pengamat harusnya anda bicara jujur, anda bicara tidak berat sebelah. Anda bicara fair, dan jangan mengarahkan opini kepada masyarakat. Ini enggak baik juga. Menurut saya itu harus didudukkan dulu di sini. Sehingga apa yang keluar dari pencerahan anda itu bisa ditangkap oleh rakyat Indonesia ini memang betul-betul ingin mempersatukan. Bukan malah ingin memprovokasi.”
Menanggapi itu, Effendi mengatakan, “Untuk teman-teman TKN dan dari kubu Jokowi-Ma’ruf, enggak apa-apa kalau dirasakan bahwa semuanya berjalan dengan baik dan yang dikatakan oleh Effendi Gazali itu adalah keliru, provokatif, dan kemudian dijaga kebenarannya sendiri, juga tidak apa-apa.”*
Baca: Reuni yang Bikin Meriang