Hidayatullah.com– Pasal 27 ayat (3) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak diterapkan secara tepat dalam kasus dugaan terkait penghinaan yang dituduhkan kepada politisi Partai Gerindra Ahmad Dhani, menurut Indonesia Criminal Justice Reform (ICJR).
Direktur Eksekutif ICJR, Anggara mengatakan, kasus tersebut menambah riwayat panjang penerapan Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang memang bersumber pada pengaturan regulasi yang sangat buruk.
Kata Anggara, “kondisi ini membuka peluang kuat menjadikan penegakan hukum pidana sebagai alat pengekang kebebasan berekspresi.”
ICJR merekomendasikan agar ada upaya menghentikan dampak dari penerapan pasal karet UU ITE yang berpotensi menjadikan penegakan hukum pidana sebagai alat untuk mengekang kebebasan berekspresi harus segera dilakukan.
ICJR memandang penerapan Pasal 27 ayat (3) UU ITE dalam kasus yang menjerat Ahmad Dhani itu tidak selaras dengan prinsip-prinsip dasar hukum pidana dengan beberapa alasan.
Baca: Politisi Gerindra Ahmad Dhani Divonis 1 Tahun Penjara, Naik Banding
Alasan pertama, sebutnya, Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah delik aduan absolut yang menekankan pentingnya penyebutan nama korban dalam pernyataan yang dituduh sebagai ungkapan penghinaan. Hal tersebut ditemukan setidaknya pada tiga putusan pengadilan tingkat pertama yang mengandung pertimbangan cukup baik untuk dijadikan pembelajaran dalam menerapkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
“Dalam putusan tersebut, penyebutan nama menjadi syarat mutlak, sebab pasal pencemaran nama baik ditujukan untuk menyerang martabat seseorang,” ujar Anggara, Rabu kemarin kutip INI-Net di Jakarta, Kamis (13/06/2019).
Kedua, penghinaan yang dimaksud Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah untuk ditujukan kepada subyek hukum yaitu orang perseorangan, bukan kelompok atau golongan. Namun, disebutkan, dalam kasus Ahmad Dhani dapat diketahui bahwa yang ditentukan sebagai sasaran penghinaan adalah sekelompok orang yakni ratusan orang anggota Koalisi Elemen Bela NKRI.
“Artinya, penerapan Pasal 27 ayat (3) UU ITE dalam kasus Ahmad Dhani ini tidak tepat,” terang Anggara.
Ketiga, Pasal 27 ayat (3) UU ITE harus dilekatkan hanya pada Pasal 310 jo 311 KUHP tentang Pencemaran nama baik dan fitnah. Pada pasal 310 jo 311 KUHP, penghinaan harus berbentuk tuduhan. Ahmad Dhani dipidana karena melontarkan kata kata idiot.
Anggara menilai, kata idiot bukan merupakan tuduhan tapi penghinaan ringan, penghinaan ringan sendiri diatur dalam pasal 315 KUHP yang bukan merupakan bagian dari delik pasal 27 ayat (3) UU ITE.
“Sehingga pada Ahmad Dhani, pasal 27 ayat (3) UU ITE juncto Pasal 310 juncto 311 KUHP tidak bias diterapkan,” jelasnya.
Baca: Pakar Hukum: Vonis Ahmad Dhani tampak Terlalu Dipaksakan
Keempat, pun terhadap Ahmad Dhani tetap dilakukan proses penegakan hukum dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE, Majelis Hakim dinilai perlu mempertimbangkan alasan penghapus pidana. Hal ini pernah ditemukan dalam pertimbangan Putusan PN Bantul No. 196/Pid.Sus/2014/PN.BTL atas nama terdakwa Ervani Emy Handayani.
“Majelis Hakim membebaskan terdakwa dengan mempertimbangkan adanya emosi dalam menyampaikan keluh kesah dan kritiknya kemungkinan akan menyinggung orang lain sebagai alasan penghapus pidana,” tuturnya.
Dalam konteks kasus Ahmad Dhani, ia menyebut kata “idiot” kepada sekelompok orang yang menolak deklarasi #2019GantiPresiden di Surabaya. Sehingga terdapat kemungkinan ia sedang diliputi emosi setelah mengalami penolakan tersebut sehingga berakibat melontarkan kata-kata yang dapat menyinggung orang lain.
“Kemungkinaan Ahmad Dhani melontarkan kata-kata tersebut sebagai bagian membela diri sebagaimana diatur dalam Pasal 310 ayat (3) KUHP, disebutkan Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri,” ujarnya.
ICJR kembali mendesak Pemerintah dan DPR untuk segera menginisiasi proses revisi UU ITE yang mana salah satu agenda utamanya adalah untuk menghilangkan ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
“Selain karena alasan multitafsir yang berakibat pada tidak adanya kepastian hukum, delik-delik penghinaan dan pencemaran nama baik juga telah diakomodir melalui ketentuan dalam KUHP sehingga dengan adanya Pasal 27 ayat (3) UU ITE tersebut timbul duplikasi pengaturan,” sebutnya.
Sebelumnya, Politisi Partai Gerindra yang juga seorang musisi, Ahmad Dhani Prasetyo (ADP), divonis satu tahun kurungan penjara oleh majelis hakim pada sidang kasus terkait pencemaran nama baik di Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur, Selasa (11/06/2019).
Dalam putusan hakim, Ahmad Dhani dianggap terbukti secara sah melakukan perbuatan sebagaimana dalam pasal 27 ayat 3 UU ITE seperti yang dibacakan dalam dakwaan jaksa penuntut umum.
“Menjatuhkan pidana selama satu tahun penjara,” kata Ketua Majelis Hakim R Anton Widyopriono pada sidang tersebut.*