Hidayatullah.com– Pada tahun 2018, ditemukan hasil yang cukup mengejutkan terkait kekerasan/kejahatan seksual terhadap anak. Tercatat 150 kasus eksploitasi seksual anak dan 379 anak menjadi korban. Demikian hasil pantauan End Child Prostitution and Trafficking (ECPAT) Indonesia.
Direktur Eksekutif ECPAT, Ahmad Sofyan, mengungkapkan, kejahatan seksual pada anak dipicu adanya komunitas pelaku kejahatan yang teroganisir. Para pelaku bersembunyi di balik akun-akun dunia maya dengan menyamar sebagai anak-anak maupun profesi lainnya.
Soal kasus pornografi anak, Sofyan menjelaskan bahwa pelaku bisa dijerat polisi dengan undang-undang pornografi anak.
“Dalam kasus ini, pelaku bisa ditindak pidana karena terbukti menyimpan, menyebarkan konten pornografi. Dan melakukan tindakan kekerasan kepada anak di bawah 18 tahun,” ujarnya saat menyampaikan pemaparan pada acara Sosialisasi Internet Aman untuk Anak di Jakarta, Kamis (05/09/2019) kutip INI-Net, Jumat (06/09/2019).
Baca: Indonesia Diminta Hukum Seberat-seberatnya Pelaku Kejahatan Seksual Anak
Disebutkan bahwa para pelaku kejahatan tersebut melakukan pemantauan dengan menyasar anak-anak di game online, media sosial, hingga forum-forum.
“Pelaku melakukan pendekatan dengan anak-anak yang memiliki kecanduan atau penggunaan internetnya tinggi,” ungkapnya.
Oleh karena itu, orangtua diharapkan melakukan pengawasan dan mempertimbangkan kembali fungsi pemakaian gawai pada anak.
Ia pun menekankan, “Gawai itu sejatinya diciptakan untuk orang dewasa, bukan untuk anak-anak.”*