Hidayatullah.com– Sejumlah Pakar Falak Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) melakukan pertemuan selama tiga hari (08-10/10/2019).
Acara diisi oleh masing-masing delegasi dari negara sahabat, yang mempresentasikan materi terkait “Perkembangan Visibilitas Hilal dalam Perspektif Sains dan Fikih”.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang didaulat menyampaikan pidato kunci, Rabu (09/10/2019), mengatakan, pertemuan ini merupakan sebuah langkah untuk mencari kemaslahatan dan kebermanfaatan dari ilmu falak.
“Sehingga betul-betul mampu mengejawantah dan mewujud dalam mendukung pelaksanaan kewajiban-kewajiban dalam menjalankan ajaran Islam,” ujarnya pada hari kedua acara tersebut di hadapan 100 orang peserta yang terdiri dari delegasi pakar falak dan tamu undangan.
Menag menyampaikan konteks besar digelarnya pertemuan tersebut merupakan upaya pemerintah dalam mendukung terlaksananya kewajiban ibadah umat secara luas.
Dalam rangka mewujudkan cita-cita itu, Menag menjelaskan pentingnya membaca tema secara lebih luas, seperti pada nilai kemanfaatan, kemaslahatan, hingga ketertiban yang hanya dapat dihasilkan melalui konsensus.
Baca: Indonesia Minta MABIMS Menyepakati Metode Penentuan Hilal
Menurut Menag, pentingnya penentuan konsensus itu dapat diupayakan melalui pertemuan-pertemuan yang intensif antara para pakar falak dan ahli astronomi, guna mencari titik temu antara keilmuan berbasis agama dengan sains.
Menag menguraikan itu dengan menampilkan qiyas antara penentuan proses awal penanggalan qamariyah dengan proses manasik haji.
Menurut Menag, sejumlah persoalan keagamaan bisa berubah karena faktor perubahan zaman, dengan meminjam konsep qiyas (analogi, red) Menag berupaya memberikan sikap optimis dapat mempertemukan ragam pendapat terkait penentuan awal bulan qamariyah.
“Kita sulit membayangkan bagaimana perubahan dapat terjadi dalam beberapa cerita keagamaan. Saya mencoba mengambil contoh pada saat ibadah haji, yaitu ada orang yang wukuf di Padang Arafah tidak lagi di atas batu, namun di dalam tenda-tenda ber-AC, bahkan dengan sofa-sofa dan hidangan yang enak, dan ini menjadi luar biasa,” sebutnya kutip website resmi Bimas Islam Kemenag, Rabu.
Ia menambahkan, poin yang disampaikannya ini berangkat dari konsep hukum dalam fikih, yaitu dari kaidah Al-Hukmu Yaduuru Ma’al Illah yaitu hukum selalu dinamis dengan sebab-sebab yang mengitarinya.
“Hukum itu lahir bukan untuk hukum itu sendiri, atau dalam kaidah fikih kita mengenal “al-hukmu yaduru ma’al illah” bahwa hukum itu hadir dengan sebab yang mengitarinya, ia dapat bersifat dinamis selama memberikan sisi kemaslahatan atau bertujuan sesuai dengan maqasid syariah”, tambahnya.
Kegiatan Pertemuan Pakar Falak MABIMS dihadiri oleh 70 orang pakar falak dan sejumlah tamu undangan.
Peserta terdiri atas Delegasi Negara MABIMS, Organisasi Masyarakat Islam, Lembaga Falakiyah Kementerian Agama, Pusat Kajian Astronomi, Akademisi Perguruan Tinggi, Aparatur Kementerian Agama Kanwil Provinsi Kemenag DIY dan Ditjen Bimas Islam.*