Hidayatullah.com– Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendiskusikan soal amendemen Undang-undang Dasar (UUD) Republik Indonesia 1945 bersama 10 orang pimpinan MPR di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (16/10/2019).
Kesepuluh pimpinan MPR tersebut yaitu Ketua MPR Bambang Soesatyo (Fraksi Partai Golkar) serta para Wakil Ketua MPR yaitu Ahmad Basarah (Fraksi PDI Perjuangan), Ahmad Muzani (Fraksi Partai Gerindra), Lestari Moerdijat (Fraksi Partai NasDem), Jazilul Fawaid (Fraksi PKB).
Kemudian, Syarif Hasan (Fraksi Partai Demokrat), Hidayat Nur Wahid (Fraksi PKS), Zulkifli Hasan (Fraksi PAN), Arsul Sani (Fraksi PPP), dan Fadel Muhammad (DPD).
Presiden Jokowi didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
“Yang paling penting perlu kajian-kajian mendalam, perlu menampung usulan-usulan dari semua tokoh, akademisi, masyarakat, yang penting usulan-usulan harus ditampung, masukan ditampung sehingga bisa dirumuskan,” ujar Jokowi menjawab pertanyaan wartawan soal pembicaraan amendemen UUD 1945 di Istana Merdeka.
Jokowi menyampaikan hal itu setelah bertemu dengan 10 orang pimpinan MPR itu terkait persiapan pelantikan presiden-wakil presiden terpilih 2019-2024 pada Ahad (20/10/2019).
“Berikan kesempatan kepada MPR untuk bekerja melakukan kajian, menampung usulan-usulan yang ada,” sebut Jokowi.
Menurut Ketua MPR Bamsoet, MPR tidak akan buru-buru melakukan amendemen UUD 1945. “Kami akan cermat betul menampung aspirasi sebagaimana disampaikan bapak presiden, di tengah-tengah masyarakat,” ujarnya kutip Antaranews.
Katanya, MPR menjamin agar wacana pelaksanaan amendemen UUD 1945 tidak menjadi bola liar.
“Kami pimpinan MPR menjamin, berbagai usulan amendemen tidak menjadi bola liar, segala sesuatunya kami konsultasikan dengan Bapak Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara, dan menjadi salah satu ‘stakeholder’ bangsa kita,” tambahnya.
Bambang menyebut bahwa amendemen UUD 1945 itu tidak terkait dengan mekanisme pemilihan presiden secara langsung.
“Saya tegaskan tidak ada (presiden dipilih MPR), ini tidak terkait dengan perubahan terkait perubahan rinci perubahan politik. Presiden tetap dipilih rakyat, presiden bukan lagi mandataris negara, presiden tidak bertanggung jawab pada MPR itu tetap,” sebutnya.
Adapun wacana yang berkembang adalah diterbitkannya Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).*