Hidayatullah.com– Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ahmad Basarah yang juga Wakil Ketua MPR RI menyebut bahwa Indonesia tidak akan besar jika menjiplak ideologi bangsa lain.
“Bangsa Indonesia enggak akan jadi bangsa besar kalau kita menjiplak bangsa Arab, Amerika, atau China. Kita bisa besar kalau bisa pedomani ideologi sendiri, yakni Pancasila,” ujarnya pada acara Pembekalan Materi Pendidikan dan Pelatihan Pembinaan Ideologi Pancasila bagi Penceramah, Pengajar, dan Pemerhati, yang digelar BPIP, di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin malam kutip Antaranews, Selasa (19/11/2019).
Menurut Basarah, Amerika menjadi besar karena memegang teguh falsafah bangsanya, China yang kini menuju sebagai raksasa ekonomi dunia karena berpegang teguh pada falsafah bangsanya sendiri, demikian pula Jerman, maupun Jepang.
Menurut Basarah, tak ada bangsa yang menjadi besar dengan menjiplak ideologi atau falsafah bangsa lain yang tak sesuai dengan akar budaya dan adat istiadatnya.
“Paling sederhana saja. Keluarga, di rumah, punya falsafah keluarganya masing-masing, dengan nilai, dan sebagainya. Di situlah, keluarga tumbuh dan besar,” sebutnya.
Seperti keluarga, sebutnya, bahwa bangsa Indonesia tak akan mungkin menjadi bangsa yang besar kalau menjiplak falsafah bangsa lain. Karena menurutnya budaya bangsa lain belum tentu sama dengan sejarah bangsa Indonesia, dengan budayanya, adat istiadatnya.
“Sebuah bangsa di dunia hanya akan menjadi bangsa yang besar ketika berpegang teguh dengan falsafahnya sendiri,” sebutnya.
Basarah berpendapat bahwa Pancasila adalah ideologi yang terbaik dan paling cocok bagi bangsa Indonesia sebab menurutnya bukan hanya membebaskan bangsa Indonesia dari kolonialisme, namun juga mempersatukan bangsa.
“Apakah kemudian kita mau bereksperimen dengan mencoba ideologi-ideologi milik bangsa lain? Dalam catatan saya, tidak ada bangsa yang menjadi besar ketika bangsa itu menjiplak falsafah bangsa lain,” sebutnya.
Sementara Ketua Dewan Pertimbangan MUI Prof Din Syamsuddin pernah mengatakan bahwa jangan pernah membenturkan umat Islam dengan Pancasila.
Karena, menurutnya, bagi umat Islam, Pancasila itu kristalisasi nilai-nilai Islam atau yang dia sebut “ideologisasi Islam”.
“Secara kategori berbeda, agama berdasarkan wahyu God mind dari Ilahi, sedangkan Pancasila hanya ideologi hanya pikiran. Maka secara kategori, kan, enggak bisa disamakan,” ujarnya saat Rapat Pleno ke-26 Wantim MUI di kantor MUI, Jakarta, kemarin, Rabu (21/03/2018) diberitakan hidayatullah.com sebelumnya.
Din menambahkan, Pancasila bukan agama dan jangan dipaksakan untuk menjadi agama. Agama lebih tinggi lebih luhur.
Ia pun mengutip penggalan ayat ke-102 dari Surat Ali Imron yang berbunyi, “…Wala tamutunna illa wa antum Muslimun (Dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam (Muslim).)“. “Bukan wa antum Pancasila,” imbuh Din.
Ia juga menyatakan, dua hal yang berbeda secara kategori bahwasanya agama itu merupakan wahyu dari Allah, sedangkan Pancasila buatan manusia, tidak selalu serta merta bertentangan. Bahkan katanya boleh jadi bisa berkesesuaian.
Maka kata Din, nilai-nilai Pancasila adalah sesuai, selaras, dan sejalan dengan nilai-nilai Islam. “Islam tetap lebih mulia dan luas,” ungkapnya.*