Hidayatullah.com– Terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa daerah kembali diluncurkan oleh Kementerian Agama. Kali ini, Kementerian merilis terjemahan Al-Qur’an berbahasa Palembang dan berbahasa Sunda.
Peluncuran tersebut dilakukan secara resmi oleh Menteri Agama Jenderal (Purn) Fachrul Razi di Jakarta, Jumat (13/12/2019).
“Jadi total, kita sudah menerjemahkan Al-Qur’an ini ke dalam 21 bahasa daerah,” ujar Menag.
Menag berharap, adanya terjemahan Al-Qur’an berbahasa daerah bisa memberikan manfaat, terutama bagi kaum Muslimin yang hingga saat ini masih menggunakan bahasa lokal daerah.
“Ini salah satu upaya agar masyarakat bisa memahami Al-Qur’an dengan lebih baik,” ujarnya.
Selain itu, katanya, hal itu juga terkait upaya memelihara bahasa Sunda dan Palembang.
Menag menilai, penyusunan terjemahan Al-Qur’an berbahasa daerah sangat penting, dalam rangka meningkatkan literasi keagamaan masyarakat. Apalagi masih banyak masyarakat Indonesia yang selama ini hanya mengenal bahasa lokal/daerahnya saja.
“Literasi Al-Qur’an sangat penting karena Al-Qur’an berperan sebagai hudan, petunjuk. Pedoman hidup bagi umat Muslim,” tegasnya kutip Kemenag.go.id.
Menag menjelaskan, untuk menyusun Al-Qur’an terjemahan dalam bahasa daerah itu, Kemenag turut melibatkan ahli sastra maupun budayawan.
“Ada timnya yang menyusun. Ahli-ahli bahasa, ahli-ahli sastra, bukan hanya yang bisa bahasa Sunda atau Palembang saja. Tapi mereka yang menguasai tata bahasa,” sebutnya.
Sementara Kepala Balitbang Diklat Kemenag, Abdurrahman Mas’ud, menjelaskan, pada kurun waktu 5 tahun belakangan, Kemenag telah menghasilkan terjemahan Al-Qur’an dari 21 bahasa.
Antara lain Terjemahan Al-Qur’an Bahasa Aceh, Batak Angkola, Minang, Palembang, dan Sunda. Juga terjemahan dalam bahasa Jawa Banyumasan, Osing atau Jawa Banyuwangi, Dayak, Bugis, Madura, Sasak, Kaili, Mongondow, Melayu, Ambon, dan lain sebagainya.
Selain meluncurkan Al-Qur’an Terjemah Bahasa Daerah Palembang dan Sunda, Menag juga meluncurkan Website Karya Ulama Nusantara, Website Penilaian Buku Agama, serta Ensiklopedi Ulama Nusantara yang terdiri dari 9 jilid.
Menurut Abdurrahman, penyusunan terjemahan Al-Qur’an berbahasa Sunda dan Palembang ini membutuhkan waktu kurang lebih selama 2 tahun.
Dalam penyusunannya, Kemenag mengumpulkan para ahli tafsir, peneliti, ahli bahasa, dan budayawan. Selain itu, akademisi di lingkungan Kemenag pun dilibatkan dalam setiap penyusunan Al-Qur’an terjemahan berbahasa daerah.
“Terakhir ini kita bekerja sama dengan UIN Raden Fatah Palembang, dan UIN Sunan Gunung Djati Bandung,” sebutnya.*