Hidayatullah.com– Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) akan mulai mengizinkan pondok pesantren di wilayah zona biru dan hijau untuk beroperasi kembali dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil (Kang Emil), memaparkan, pesantren diizinkan untuk beroperasi terlebih dahulu dari sekolah umum, mengingat kurikulum yang digunakan pesantren tidak sama dengan sekolah umum.
Selain itu, jelasnya, mayoritas pesantren dimiliki atas nama pribadi, sehingga kebijakan kurikulum yang digunakan masing-masing pesantren pun berbeda. Dengan demikian, tidak akan terjadi kejomplangan kualitas pendidikan antar pesantren.
Sedangkan bagi sekolah umum, kata Gubernur, kepemilikan dan kurikulumnya diatur oleh negara sehingga pergerakannya harus satu irama. Adapun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI telah mengumumkan bahwa sekolah umum boleh beroperasi di zona hijau. Namun hingga Selasa (16/06/2020) belum ada wilayah Jabar yang termasuk zona hijau. Berkaca dari hal itu, pihak Gugus Tugas Jabar memutuskan belum mengizinkan sekolah umum dibuka kembali.
“Kalau pesantren itu rata-rata dimiliki oleh pribadi, kurikulumnya juga tidak sama. Jadi pesantren boleh (dibuka) karena kurikulumnya berbeda, start dan finish-nya beda, maka boleh dibuka duluan dengan catatan kesehatan di zona hijau dan biru dan protokol kesehatan,” ujar Gubernur setelah rapat koordinasi Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jawa Barat di Markas Kepolisian Daerah Jawa Barat, Jl Soekarno Hatta, Kota Bandung, Selasa (16/06/2020) dalam siaran pers.
Baca: Kemenag Segera Umumkan Normal Baru Pendidikan Pesantren
“Kalau sekolah umum belum dulu. SD, SMP, SMA itu gerakannya harus satu irama, karena dimiliki oleh negara dan kurikulumnya diatur oleh negara. Pak Kemendikbud sudah mengumumkan bahwa sekolah boleh dibuka di zona hijau. Per hari ini (kemarin, red) 27 kota/kabupaten di Jawa Barat belum ada (zona hijau),” sambungnya.
Gubernur mengatakan, keputusan mengizinkan pondok pesantren dibuka kembali itu berdasarkan hasil musyawarah dengan pihak-pihak terkait.
“SK Gubernur sudah diubah sesuai aspirasi yang berkembang, walaupun SK yang pertama itu sudah dimusyawarahkan oleh Pak Uu selaku Wakil Gugus Tugas dengan 79 ulama,” ujar Gubernur.
Menurut Gubernur, Pemda Provinsi Jabar akan selalu menentukan kebijakan melalui musyawarah dengan stakeholders terkait, terutama kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
“Jadi pada saat (SK) diumumkan ternyata ada dinamika, ya sudah kita akomodasi menjadi perbaikan-perbaikan yang diharapkan,” sebutnya.
“Poinnya adalah kami ini kalau melakukan kebijakan selalu musyawarah. Gak mungkin gugus tugas melakukan keputusan terhadap hajat hidup orang tanpa mengajak orang yang terdampak untuk diskusi,” tegasnya.*