Hidayatullah.com- Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin memastikan bahwa kriteria waktu subuh pada posisi matahari -20 (minus dua puluh) derajat sudah benar, baik dilihat dari sisi fikih maupun sains.
Hal ini ditegaskan Kamaruddin merespons hasil kajian Majelis Tarjih Muhammadiyah yang mengatakan bahwa waktu subuh pada posisi -18 (minus delapan belas) derajat lebih akurat.
“Kementerian Agama melalui Tim Falakiyah menyepakati bahwa kriteria waktu subuh pada posisi matahari -20 (minus dua puluh) yang digunakan dalam pembuatan jadwal shalat Kementerian Agama sudah benar sesuai fikih dan sains,” tegas Kamaruddin di Jakarta, Senin (21/12/2020) dalam keterangannya.
Tim Falakiyah Kementerian Agama terdiri atas pakar Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Informasi Geospasial (BIG), dan Universitas Islam di seluruh Indonesia, juga pakar falak dari PBNU, Persis, PUI, dan Al-Irsyad.
“Kriteria tersebut berdasarkan hasil observasi rukyat fajar yang dilakukan oleh Tim Falakiyah Kemenag di Labuan Bajo pada tahun 2018 dan juga hasil observasi rukyat fajar di Banyuwangi yang dilakukan oleh peneliti dari Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama,” lanjutnya.
Sehubungan itu, Kamaruddin mengimbau masyarakat tidak ragu menggunakan kriteria waktu subuh yang diterbitkan Kementerian Agama. “Kami sampaikan kepada masyarakat untuk tidak ragu menggunakan jadwal shalat yang telah ditetapkan oleh Kementerian Agama RI,” tandasnya.
Sebelumnya, diberitakan hidayatullah.com, Muhammadiyah melalui Munas Tarjih melakukan koreksi terhadap waktu subuh di Indonesia. Selama ini waktu subuh yang ditetapkan, ketinggian matahari pada -20 derajat. Menurut Muhammadiyah, yang lebih tepat ketinggian matahari pada posisi -18 derajat alias mundur sekitar 8 menit dari waktu yang sekarang.
Hal tersebut salah satu pemaparan hasil Munas Tarjih Muhammadiyah ke-31 pada Ahad (20/12/2020), disampaikan oleh Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Mohamad Mas’udi.
Pembahasan waktu subuh ini adalah lanjutan dari temuan Islamic Science Research Network (ISRN) UHAMKA, Pusat Astronomi Universitas Ahmad Dahlan (Pastron UAD), dan Observatorium Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (OIF UMSU).
”Berdasarkan temuan ketiga lembaga penelitian astronomi dan ilmu falak Muhammadiyah ini menyimpulkan ketentuan Kementerian Agama tentang ketinggian matahari pada waktu subuh di angka -20 derajat perlu dikoreksi dan Majelis Tarjih menilai -18 derajat merupakan angka yang lebih akurat,” ujar Mas’udi.*