Hidayatullah.com |”HIDAYATULLAH sudah berubah ya?” tanya Aco. “Tidak, Hidayatullah sejak dulu ya seperti ini,” kata Becce’.
“Berubah, Hidayatullah yang saya kenal tidak seperti ini,” kata Aco.
“Kamu lihat Hidayatullah berubah dilihat dari sisi apanya, Bang Aco?” tanya balik Becce’.
“Hidayatullah dulu hanya mengurusi santri yatim piatu, rumahnya juga kecil-kecil, kendaraannya juga tidak ada yang roda empat,” jawab Aco.
“Kalau melihat jumlah dan fasilitasnya ya tentu berubahlah, itu mengikuti perkembangan zaman. Dulu jumlahnya sedikit dan sekarang ya tidak,” kata Becce’.
“Terus yang kamu maksud tidak berubah itu apanya?” tanya Aco lagi.
“Cita-cita atau idealismenya, karakter ibadah kadernya yang tetap menjaga shalat berjamaah, shalat lail dan sunnah lainnya, kesantunan dalam mendakwahkan Islam,” jawab Becce’.
Saat masih kumpulan santri kecil, perbincangan masalah Hidayatullah berubah dan tidak berubah menjadi diskusi hangat dan bahkan terkadang memanas di kalangan para santri. Karena kengototan dari masing-masing pihak dengan sudut pandang yang berbeda-beda.
Sebenarnya tidak ada salah dari pendapat (Aco dan Becce’) sesuai dengan pemahaman yang dimilikinya. 50 tahun perjalanan Hidayatullah tentu banyak berubah.
Tidak mungkin Hidayatullah mempertahan diri dengan keterbatasan sarana, fasilitas, bentuknya, program kerjanya seperti 50 tahun lalu. Justru ketika tidak berubah maka Hidayatullah dianggap tidak berkembang bahkan akan dianggap ketinggalan zaman.
Perubahan adalah sunnatullah, sebagaimana pribadi kita sebagai manusia juga berubah secara fisik dari tahun ke tahun. Islam dari pertama kali hingga sekarang juga mengalami dinamika perubahan kecuali rukun Iman, rukun Islam dan hal-hal yang prinsip. Adapun bentuk masjid, cara berdakwah, manajemen masyarakat muslim berubah-ubah sesuai dengan zamannya
Hidayatullah hari ini dianggap eksis dan berkembang karena sangat dinamis dalam melakukan perubahan. Dari awalnya dalam bentuk sebagai sebuah pesantren, selanjutnya berubah menjadi organisasi sosial (Orsos). Kemudian berubah lagi menjadi organisasi massa (Ormas) sejak tahun 2000. Ini era perubahan cukup fundamental dan banyak pro-kontra dari para kader Hidayatullah.
Alhamdulillah, karena itu hasil ijtihad kolektif dan musyawarah dari para senior maka 21 tahun setelah perubahan dari Orsos menjadi Ormas menjadi langkah strategis. Selanjutnya berubah lagi menjadi Badan Hukum Perkumpulan (BHP) Hidayatullah sesuai regulasi. Ini memudahkan dalam konsolidasi Hidayatullah yang semakin besar dengan jaringan yang semakin banyak.
Ada nilai dan prinsip yang harus tetap ada sejak 50 tahun lalu hingga mungkin 50 tahun atau 500 tahun Hidayatullah ke depan. Di antaranya idealisme untuk berislam secara baik dan benar sesuai dengan manhaj nubuwwah. Ini diaktualisasikan dengan program jenjang marhalah dan halaqah ula, wustha dan ulya.
Karakter dari para kader Hidayatullah yang khas sejak dulu adalah senantiasa menjaga ibadah. Dari shalat wajib berjamaah di masjid, shalat lail dan shalat sunnah rawatib.
Meminjam istilah almarhum Dr. Abdul Manan bahwa cacat spritual bagi kader Hidayatullah yang meninggalkan shalat lail atau lalai tidak membaca al-Qur’an satu juz dalam sehari. Tarbiyah dan dakwah sebagai konsentrasi gerakan dari awal Hidayatullah, hingga sekarang dipatenkan menjadi mainstream gerakan organisasi ini. Hal ini mewarisi tugas para nabi dan rasul untuk mengajak dan mengajarkan hidup bertauhid dan menyembah kepada Allah.
Mentalitas ketaatan dari para kader juga tidak boleh berubah. Sami’na wa atho’na (kami taat dan kami mendengar) menjadi prinsip dari para kader dalam menjalankan tugas dakwah. Penugasan menjadi perkaderan terbaik di organisasi ini dari dulu hingga sekarang dan akan mendatang. Inilah prinsip yang mempercepat perkembangan Hidayatullah dari hutan Kalimantan bisa ke Aceh, Papua dan ibukota Jakarta.
Ada banyak nilai dan karakter Hidayatullah yang tidak berubah dari dulu hingga sekarang, meski zaman berubah dan ditugaskan di mana saja, yang sekarang terangkum dalam jati diri Hidayatullah. Kesimpulannya dalam milad 50 tahun ini, Hidayatullah banyak mengalami perubahan tapi masih konsisten dengan jati dirinya. Sehingga para kader harus menguatkan jati dirinya sebagai kader Hidayatullah agar bisa mengikuti perubahan menuju cita-cita besar Hidayatullah membangun peradaban Islam.*/Abdul Ghofar Hadi