Hidayatullah.com — Dzikir Hasbunallah disebut sebagai dzikir siap perang beredar luas di soal media. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis kemudian meluruskan hal tersebut.
Kiai Cholil mengatakan dzikir yang dibaca warga Desa Wadas Purworejo saat ratusan anggota polisi datang ke desa tersebut bukanlah dzikir perang seperti yang disebutkan.
“Dzikir Hasbunallah wani’mal yaqin itu sikap menyerahkan urusan kepada Allah dan mohon perlindunganNya. Itu zikir Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saat dikabarkan akan diserang pasukan kuffar Quraisy dan dzikir Nabi Ibrahim ketika dilempar ke api. Itu bukan dzikir melawan kezaliman apalagi bersiap perang, ”cuit kiai Cholil dalam akun twitternya @cholilnafis, dikutip Selasa 15 Februari 2022.
Belakangan ini sedang viral di jagat Twitter sebuah video mantan Kapolres Purworejo AKBP Rizal Marito yang menuding dzikir Hasbunallah Wanikmal Wakil biasanya dipakai untuk perang. Video itu ternyata telah beredar di media sosia sejak tahun lalu, sekitar Mei 2021.
Cuplikan itu merupakan wawancara Kapolres Purworejo lama (AKBP Rizal Marito) dengan sebuah stasiun TV swasta terkait situasi Desa Wadas saat itu. Dan kekinian kembali viral karena baru-baru ini kembali terjadi ketegangan di Desa Wadas.
Menurut kesaksiannya, masyarakat Desa Wadas merespon kedatangan aparat dengan zikir tersebut.
“Jadi gini awalnya begitu kita datang, mereka tiba-tiba melakukan zikir hasbunallah wani’mal wakil. Cukup Allah saja… Ini biasanya digunakan untuk melaksanakan perang, artinya mereka sudah mendesain tempat itu sudah mempersiapkan tempat itu untuk perang,” kata Rizal kepada pers.
Ucapan Rizal itu kemudian memicu keributan di internet. Banyak netizen yang meluruskan pernyataan Rizal bahwa zikir tersebut tidak terkait dengan perang.
Wawancara dengan Rizal itu sendiri terkait mengapa aparat kepolisian sampai bentrok dengan warga Desa Wadas yang menolak aktivitas pertambangan.
“Saat itu sebenarnya kita sedang melaksanakan patroli untuk membantu masyarakat membersihkan puing-puing, batu-batu dan kayu, tetapi ternyata ada plusnya, ternyata massa semakin meningkat eskalasinya di situ supaya polisi tidak boleh lewat,” kata Rizal.
Dia yang berada di lokasi mengaku berusaha melakukan upaya persuasif, namun tidak berhasil hingga akhirnya terjadi kericuhan di Desa Wadas.
“Saya sebagai Kapolres waktu itu memimpin langsung di tengah-tengah masyarakat, lapangan, memimpin personel saya langsung melakukan komunikasi, kita memberikan imbauan, ajakan kepada masyarakat,” ucap Rizal.*