Hidayatullah.com–-Pembahasan Rancangan Undang-Undang Keadilan dan Kesetaraan Gender (RUU KKG) telah dibahas Panja Komisi VIII DPR RI. Hari Senin, Panja menghadirkan Kaukus Perempuan Parlemen RI, CEDAW Working Group of Indonesia, Persatuan Wanita Kristen Indonesia, Wanita Katolik Republik Indonesia, Wanita Hindu Dharma Indonesia, dan Paguyuban Wanita Buddha juga Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS).
Seperti sebelumnya yang telah banyak menimbulkan berbagai penolakan, pembahasan masalah ini di Panja DPR juga masih menghasilkan kontroversi dan polemik.
Achmad Ruba’ie dari fraksi PAN menegaskan agar para penggagas RUU KKG ini menghargai batasan qothi dari aturan agama. Menurutnya harus jelas pembahasan RUU KKG ini murni mengenai hak hak perempuan yang bersifat muamallah social bukan hal – hal yang mendobrak nilai – nilai agama.
“Para pendukung RUU KKG ini harus bisa menjelaskan dari awal bahwa gagasan ini tidak mendobrak nilai nilai qothi agama. Contoh kalian semua harus bisa menjelaskan komitmen dari awal bahwa RUU KKG ini tidak akan menganjukan hak lesbianisme hingga aturan aturan seperti hak waris yang sudah qothi diatur oleh agama,” jelasnya kepada pihak CEDAW Working Group Of Indonesia dan para pendukung RUU KKG ini.
Sementara itu Adnin Armas dari INSISTS juga mempermasalahkan kata – kata gender dalam judul RUU ini. Menurut Adnin kata – kata gender ini bukan sekedar kata biasa, namun juga mengandung kandungan ideologis yang bertentangan dengan agama dan sangat memiliki unsur westernisasi.
“Kata gender ini sebaiknya ditinjau ulang, karena masyarakat Islam sudah tahu bahwa gender merupakan sebuah ideology yang tidak bisa dipisahkan dari gagasan feminisme yang bertentangan dengan agama Islam,” jelas anggota Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) ini.
Senada dengan Achma Ruba’ie, Chairunnisa dari Fraksi Golkar yang memimpin sidang menekankan agar RUU KKG ini memperhatikan faktor agama dan masyarakat Indonesia dan menghindari hal hal yang bisa memancing provokasi di antara masyarakat heterogen di Indonesia. Ia berharap RUU KKG ini tidak mengintervensi nilai nilai agama yang sudah ada.
“DPR memiliki aturan tersendiri jika sebuah RUU bertentangan dengan nilai nilai agama yang diakui di Indonesia. Saya harap ini bisa diperhatikan oleh para penggagas RUU ini,” jelasnya di penutup kegiatan diskusi di ruang komisi 8 Gedung Nusantara I DPR RI.
Sementara pihak CEDAW Working Group Of Indonesia sendiri bersedia jika kata gender dalam judul RUU ini dirubah, seandainya menggunakan kata tersebut akan memancing polemik bahkan kekisruhan dalam masyarakat Indonesia yang 80% beragama Islam.
Merujuk Liberal
Menariknya, dalam paparan paparannya, CEDAW banyak merujuk tokoh-tokoh yang selama ini dikenal berpaham liberal dan ditolak banyak ulama.
Sebut saja misalnya; Ali Asghar Engineer (tokoh liberal asal India), Nasr Hamid Abu Zayd, tokoh liberal diusir dari Mesir lalu menetap di Belanda. Juga Husein Muhammad, pria asal Cirebon yang sering dijadikan rujukan aktivis liberal asal Indonesia. Hampir tak satupun rujukan kalangan aktivis perempuan dari ulama yang diakui reputasinya oleh umat Islam seluruh dunia. *