Hidayatullah.com — Ketua Bidang Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jakarta, Ilyas Marwal, menyebut alasan berkembangnya kelompok Khilafatul Muslimin di Indonesia. Dia menduga Khilafatul Muslimin bisa tumbuh subur karena terdapat aktor di belakangnya.
“Saya katakan negara yang oknum munculnya khilafah ini sendiri, ini adalah gerakan yang terlarang dari mereka. Kok di Indonesia bisa subur? Berarti ada aktor di belakang itu semua,” kata Ilyas di Polda Metro Jaya, Kamis (16/6/2022), dilansir oleh Detikcom.
Ilyas lantas menyebut ormas Khilafatul Muslimin sebagai virus yang merugikan. Sebab, di dalamnya terdapat banyak hal yang merugikan.
“Ini adalah virus yang sangat membahayakan dan merugikan umat Islam. Bahasanya bahasa agama, kata-kata khilafah, kata-kata muslim, padahal ini adalah kemasan hak tapi isinya isinya penuh dengan kebatilan,” kata Ilyas.
Ilyas menyebut, paham Khilafatul Muslimin bisa mudah menyebar ke masyarakat hingga memiliki 14 ribu anggota disebabkan oleh beberapa hal. Di antaranya, menurutnya, termasuk rendahnya literasi masyarakat.
“Karena ini virus yang bisa menyebar dengan mudah ke masyarakat sekitar. Karenanya yang mempengaruhi ini adalah karena rendahnya literasi, kemudian minat baca kita untuk memahami Islam ini secara komprehensif sesuai metodologi yang benar yaitu Islam Wasathiyah, Islam moderat, yang mungkin kita sebut dengan lebih umum adalah ajaran ahli sunnah wal jamaah,” kata Ilyas.
Jika masyarakat memahami arti Islam sebenarnya, menurut Ilyas, maka seganas apapun virus Khilafatul Muslimin tidak akan mempengaruhi.
“Seandainya masyarakat kita umat islam benar-benar memahami tentang islam moderat, islam yang sebenarnya, islam rahmatan lil alamin, dengan ajaran akidah ahli sunah wal jamaah, saya yakin apapun ganasnya virus tersebut tidak akan mungkin akan menimpa umat islam,” katanya.
MUI Diminta Keluarkan Fatwa soal Ormas
Sementara itu, Ketua PWNU DKI Jakarta, Samsul Maarif mengatakan, ke depan stakeholder terkait termasuk MUI harus berkoordinasi untuk membuat fatwa terkait penggunaan simbol keagamaan di dalam sebuah organisasi masyarakat.
“Kalau itu termasuk menggunakan terminologi agama itu juga bagian dari penyimpangan agama. Jadi saya berharap, termasuk MUI harus berani bersama ormas-ormas lain, duduk bareng lalu membahas memberikan fatwa bahwa ormas yang menggunakan simbol keagamaan tapi melawan ideologi negara ini bagian dari bughot, perlawanan kepada negara, dan itu penyimpangan kepada agama,” kata Samsul.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Oleh sebab itu, saya berharap ke Kementerian Agama dan Diknas ayo kita bikin kajian sama-sama kalau bisa kita turun ke sekolah-sekolah,” imbuhnya.
Jadi ke depannya, kata Samsul, meskipun menggunakan terminologi agama, jika isinya tidak sesuai, bisa dikategorikan sebagai penyimpangan.
“Sekalipun itu ada terminologi agama, tapi isinya penyimpangan terhadap ideologi negara, maka ini adalah bagian dari pada penyimpangan terhadap nilai-nilai agama dan kita sebagai ormas,” katanya.*