Hidayatullah.com–Mengingat kasus Emon, pedofil dan sang predator anak asal Sukabumi, Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak, Seto Mulyadi menyebutkan sejumlah anak dan orang tua menyebut diri mereka sebagai korban. Tapi bukan korban eksploitasi seksual, bukan korban kejahatan seksual, melainkan korban utang-piutang.
“Mereka merasa dirugikan Emon karena sang pedofil tidak membayar mereka sesuai kesepakatan. Jadi, bagi korban dan orang tua mereka, integritas tubuh anak bukan persoalan sama sekali asalkan ada keuntungan finansial yang bisa diperoleh dari pelaku,” katanya dalam keterangan yang diterima hidayatullah.com pada Rabu (15/03/17) di Jakarta.
Baca: LPA Indonesia: Belum Ada Teknis Sanksi Pemberatan Kasus Prostitusi Online Anak-anak
Padahal, lanjut Seto, kasus prostitusi ini bisa beranak pinak menjadi masalah seksualisasi perilaku, kehamilan di luar pernikahan, penyakit menular seksual, putus sekolah, para ibu usia remaja yang tidak siap mengasuh anak, dan lain-lain.
“Sangat merisaukan bahwa keabsurdan itu juga telah dialami oleh banyak anak-anak kita dengan alasan “demi pulsa, demi kosmetik, demi karcis bioskop” dan sejenisnya,” lanjut Seto.
Secara umum, lebih terang Seto mengatakan bahwa seksualitas telah mengalami desakralisasi. Ia menyebut bagaimana toko-toko kelontong berlisensi mendisplay kondom di konter depan meja kasir.
Baca: Ini Pandangan LPA Indonesia dalam Menakar Keberhasilan Perlindungan Anak
“Saya pernah bertanya, kapan dan siapa pembeli kondom tersebut. Kasir menjawab, paling laris adalah pada malam akhir pekan dan pembeli paling banyak adalah anak-anak remaja. Saya berulang kali menegur toko-toko tersebut, tapi tak digubris,” keluhnya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Mengkhawatirkan kasus-kasus yang pernah terjadi, pria yang akrab dipanggil Kak Seto ini menegaskan bahwa Indonesia perlu punya basis data tentang pelaku harus terbuka untuk publik demi menangkal aksi residivisme (ecenderungan individu atau kelompok untuk mengulangi perbuatan tercela). Serta basis data tentang korban harus tertutup, semata-mata untuk kepentingan rehabilitasi.*