Hidayatullah.com– Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Yeti Andriyani mengatakan, Perppu Ormas Nomor 2 Tahun 2017 yang dikeluarkan pemerintah seharusnya tidak menambah potensi konflik di masyarakat atau diskriminasi terhadap siapapun.
Ia pun menyayangkan adanya pernyataan sporadis yang diungkapkan pejabat negara terkait Perppu itu, seperti “pencabutan kewarganegaraan”, “dihentikan dari pekerjaannya”, dan lain sebagainya terhadap anggota dari ormas yang dilarang.
Baca: Penolak Perppu Ormas Distigma sebagai Kroni HTI, Persis: Itu Naif
“Pernyataan sporadis ini berbahaya dan seharusnya terukur. Karena publik akan dengan sangat mudah menerjemahkan dengan subjektifitas masing-masing,” ujarnya kepada hidayatullah.com di Jakarta, belum lama ini.
Menurut Yeti, secara tidak langsung pernyataan semacam itu bisa menggiring orang untuk menstigma dan mendiskriminasi orang-orang yang dianggap terkait dengan kelompok-kelompok tertentu.
Di samping itu, terangnya, Perppu Ormas juga bermasalah secara substantif karena muatannya masih sangat multitafsir.
Sehingga dinilai akan sangat rentan ditafsirkan sesuai dengan kepentingan sepihak baik dari pemerintah maupun masyarakat yang berbeda dengan satu kelompok tertentu.
“Secara substansi Perppu ini masih bermasalah, sehingga efek-efek buruk yang ada di lapangan harus dihindari pemerintah. Sehingga Perppu ini menjadi dalih orang mengambil tindakan seenaknya,” tandasnya.*