Hidayatullah.com– Ombudsman Republik Indonesia menemukan maladministrasi dalam proses penyidikan kasus penyerangan terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Kasus tersebut dengan Laporan Polisi Nomor: LP/55/K/IV/2017/PMJ/Res JU/S GD tanggal 11 April 2017 tentang tindak pidana kekerasan (pengeroyokan) terkait perkara tindak pidana penyiraman air keras yang dialami Novel Baswedan.
Penanganan perkara tersebut dilakukan oleh penyidik Polri dalam hal ini jajaran Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Utara, dan Polsek Kelapa Gading.
“Temuan tersebut merupakan investigasi atas prakarsa sendiri yang dilakukan oleh Ombudsman,” jelas Ombudsman dalam siaran persnya di Jakarta, Kamis (06/12/2018) diperoleh hidayatullah.com.
Temuan maladministrasi dalam pemeriksaan Ombudsman antara lain:
- Aspek Penundaan Berlarut Penanganan Perkara (proporsionalitas penanganan perkara):
Tidak adanya jangka waktu penugasan. Tidak ada batasan jangka waktu tersebut terjadi dalam surat perintah tugas yang dikeluarkan oleh Polsek Kelapa Gading, Polres Metro Jakarta Utara, maupun surat perintah yang dikeluarkan oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
- Aspek efektivitas penggunaan Sumber Daya Manusia (SDM)
Dalam penanangan perkara ini jumlah penyidik yang sangat banyak baik dari Polres Jakarta Utara dan Polda Metro Jaya, namun dalam prosesnya terkesan tidak efektif serta efisien. Harusnya penyidikan berpatokan kepada rencana penyidikan yang matang, sehingga dapat efektif dalam menentukan jumlah personil.
- Aspek pengabaian Petunjuk yang bersumber dari Kejadian yang dialami Korban
Rangkaian petunjuk tersebut dimulai dari: Pertama, pada Awal bulan Ramadhan tahun 2016 terdapat percobaan penabrakan saat sedang mengendarai sepeda motor menuju kantor KPK RI; Sepeda motor dari arah belakang dengan kecepatan tinggi menendang sepeda motor Novel Baswedan dan kejadian itu terjadi di Jalan Boulevard Kelapa Gading di sebelah Bank Mandiri;
Kedua, pada tahun 2016 juga, di Jalan Boulevard Kelapa Gading sebelum Apartemen Gading Nias, Novel Baswedan ditabrak oleh sebuah mobil dengan jenis mobil Avanza/Xenia sebanyak 2 (dua) kali hingga Novel Baswedan terjatuh dari sepeda motor;
Ketiga, informasi dari Komjen Pol M Iriawan, terkait dugaan ada indikasi upaya percobaan penyerangan terhadap Novel Baswedan. Hal tersebut disampaikan pada saat menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya.
- Aspek Administrasi Penyidikan (mindik)
Pertama, masih temuan Obmbudsman, terdapat ketidakcermatan atasan penyidik dan penyidik mengenai Laporan Polisi yang menjadi dasar dalam pembuatan administrasi penyidikan lainnya (TND).
Laporan Polisi yang disampaikan oleh Yasri Yudha Yahya bernomor No.Pol: 55/K/IV/2017/PMJ/ Res JU/S GD, namun dalam Surat Perintah Tugas, Surat Perintah Penyelidikan, Surat Perintah Penyidikan dan Berita Acara Pemeriksaan TKP yang dikeluarkan oleh Polsek Kelapa Gading pada tanggal 11 April 2017 tertulis Laporan Polisi No. Pol 55/K/IV/2017/PMJ/Restro Jakut /S GD yang menjadi dasar pertimbangan.
“Sehingga maladministrasi yang dilakukan adalah tidak cermat dalam dasar penugasan seperti yang dicantumkan pada Pasal 6 Perkap Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan yang menyatakan bahwa Surat perintah tugas sekurang-kurangnya memuat “dasar penugasan”,” jelas Ombudsman.
Kedua, terdapat Surat Panggilan yang dikeluarkan oleh Penyidik, tidak disertai dengan tanda tangan penerima. Hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 27 Ayat 4 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2018 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, dimana “disebutkan bahwa Surat panggilan sedapat mungkin diserahkan kepada yang bersangkutan disertai dengan tanda terima.”
Ketiga, penyidik langsung mendatangi RS Mitra Keluarga Kelapa Gading untuk mengecek kebenaran Laporan tersebut. Hal yang dilakukan Penyidik dalam rangka mengecek kebenaran laporan Pelapor menunjukkan sikap yang lalai dan tidak tanggap karena tidak mengindahkan asas proporsionalitas dan prioritas rangkaian kegiatan. Pasal 12 Ayat (1) Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 dimana Pengolahan TKP ditempatkan pada urutan pertama, tujuan dari ditempatkannya Pengolahan TKP di urutan pertama adalah untuk mencari dan mengumpulkan keterangan, petunjuk, barang bukti, tersangka dan untuk kepentingan penyelidikan selanjutnya, mencari hubungan antara tersangka, barang bukti dan memperoleh modus operandi tindak pidana yang terjadi
Keempat, dari tindakan yang dilakukan Penyidik di tempat kejadian perkara (TKP) terdapat beberapa barang benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan diambil alih tidak dilengkapi surat izin ketua pengadilan negeri setempat.
Pelanggaran yang terjadi adalah Pasal 38 Ayat (1) KUHAP Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat. Pasal 38 Ayat (2) KUHAP dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1).*