Hidayatullah.com– Dr Hayati Syafri, dosen bercadar IAIN Bukittinggi, Sumatera Barat, yang dipecat Kementerian Agama, mengadukan permasalahan yang menimpangnya ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat di Jakarta, kemarin (06/03/2019).
Kunjungan Hayati mendapat sambutan baik oleh pihak MUI. Didampingi Pusat Advokasi Hukum dan HAM (PAHAM) Indonesia, Hayati melakukan Audiensi dengan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat KH Arwani Faishol dan Ketua Komisi Perempuan, Remaja dan Keluarga Dr Azizah.
“Hayati Syafri menceritakan bagaimana beliau mendapat diskriminasi pemaksaan untuk melepas cadarnya yang mengakibatkan penonaktifan dirinya sebagai dosen dan berujung pada keluarnya SK Kemenag tentang Pemberhentian dirinya sebagai PNS,” ujar Koordinator Tim Busyra dalam rilis diterima hidayatullah.com dari Hayati, Kamis (07/03/2019).
Baca: Hayati: Kemenag pernah Minta Buka Cadar Jika Mau Mengajar
Di samping itu, lanjutnya, Hayati juga menceritakan bagaimana pihak kampus melakukan pemaksaan pelarangan cadar dengan mengeluarkan Surat Edaran yang ditandatangani langsung oleh Dekan FTIK IAIN Bukittinggi.
“Sehingga berimbas pada mahasiswi yang sudah terbiasa bercadar ditekan untuk melepaskan cadarnya,” imbuhnya.
Berdasarkan fakta-fakta yang telah disampaikan Hayati, Wasekjen Komisi Fatwa MUI Pusat Arwani Faishol berpendapat bahwa penggunaan cadar merupakan bagian dari syariat Islam.
“Beliau secara tegas menyatakan salah besar jika menganggap bahwa cadar adalah simbol radikalisme dan anti Pancasila,” ujar Busyra.
Baca: Hayati mengaku Punya Izin Selama 67 Hari Absen di Kampus
Arwani Faishol menerangkan bahwa bagi yang bermahzab Syafi’i, wajah dan telapak tangan adalah bagian dari aurat sehingga harus ditutup kecuali pada waktu shalat. Itulah fungsi dari penggunaan cadar sebagai bagian dari hijab untuk menutupi wajah yang masuk dalam kategori aurat berdasarkan mahzab Syafi’i.
Mengacu pada kebebasan beragama yang dijamin oleh UUD 1945, kebebasan beragama juga mencakup pada pelaksanaan syariah sesuai dengan mahzab yang diyakini. Sehingga seseorang yang meyakini mahzab Syafi’i, tidak boleh dipaksa menjalankan praktik ibadahnya dengan mahzab lain.
Baca: Hayati Banding ke BKN, Yakin Pemecatannya Wujud Ketidakadilan
Hasil audiensi ini terangnya akan dibawa oleh Arwani Faishol dalam rapat internal Komisi Fatwa MUI untuk dibahas dan ditindaklanjuti mengenai adanya dugaan diskriminasi dan pelanggaran HAM dalam pelarangan penggunaan cadar di lingkungan kampus IAIN Bukitinggi Sumatera Barat.
“Selain itu Dr Hj Azizah MA juga akan membahas masalah ini di Komisi yang dipimpinnya,” pungkasnya.*