Hidayatullah.com–Hari Sabtu (11/9/2010), delegasi Hamas, Fatah dan faksi-faksi sayap kiri mengunjungi pemakaman orang-orang Palestina yang dibantai Israel dan tempat-tempat peringatan lainnya, sebagai bagian dari tradisi lebaran.
Di Gaza, para pemimpin Hamas melakukan kunjungan ke penjara Rafah sambil membawa hadiah dan menanyakan keadaan saudara-saudara mereka di penjara.
Ketika lebaran, sanak keluarga biasanya saling berkunjung, demikian pula dengan teman-teman dan kolega. Anak-anak mendapatkan baju baru dari paman dan bibinya. Kopi dan jus menjadi bagian dari sajian di hari raya.
Berbeda dengan negeri Islam lain, bagi penduduk Palestina lebaran berarti juga waktu berkabung. Mereka mengenang orang-orang tercinta yang di penjara, dibuang atau dibunuh oleh Israel.
Sementara itu di Libanon, para pengungsi asal Palestina berkumpul di Baalbek wilayah Galilee, untuk berjalan bersama menuju pemakaman orang-orang yang dibantai Israel.
Acara itu diselenggarakan oleh PLO, para wakil dari Komite Rakyat dan faksi-faksi gerakan perlawanan Palestina. Mereka berjalan sambil membawa bunga, sebagai tanda berkabung atas saudara-saudaranya yang telah meninggal.
Di pemakanan, tempat berdirinya monumen pejuang tak dikenal, pemimpin dari Komite Rakyat, Omar Kassem, membaca Al-Fatihah dengan suara keras dan menyeru kepada para pengunjung agar bersatu dan tidak berpecah-belah demi perjuangan dan saudara mereka yang telah gugur.
Kamp pengungsi Sabra Shatila juga dipenuhi pengunjung yang mengenang peristiwa pembantaian ribuan pengungsi Palestina oleh Israel dan pasukan Palangis Libanon pada tahun 1982.
Berbicara dalam acara tersebut, anggota politbiro Front Pembebasan Palestina Nazim Al-Yousuf, mengecam kepemimpinan Otorita Palestina di Ramallah yang setuju untuk melanjutkan kembali perundingan langsung dengan Israel usai libur hari raya Idul Fitri.
Khaled Abu Sharakhs dari National Task Force yang memimpin acara di Monumen Pejuang Tak Dikenal di pusat kota Gaza, berbicara kepada para keluarga pejuang. “Situasi di Gaza sekarang sulit, lebih berbahaya dan membutuhkan ketekunan yang lebih.” Ia mengambarkan perpecahan antara Fatah dan Hamas lebih berbahaya daripada peristiwa Nakba tahun 1948 dan kekalahan Palestina pada tahun 1967.
“Perpecahan mengancam impian kita,” ujarnya. Dia memperingatkan bahwa perpecahan yang terus menerus bisa memupuskan harapan kemerdekaan mereka.[di/maan/hidayatullah.com]