Hidayatullah.com–Jordania menolak dan mengecam dugaan rencana Amerika Serikat (AS) untuk konfederasi Jordania-Palestina, mengatakan hal itu tidak bisa didiskusikan.
Juru bicara wanita untuk pemerintah Jordania, Jumana Ghneimat, mengatakan: “Sebuah konfederasi antara Jordania dan Palestina bukan hal yang bisa didiskusikan. Posisi Jordania tegas dan jelas terkait masalah Palestina – solusi dua negara dan negara Palestina dengan perbatasan 1967,” Ynet melaporkan.
Usulan terkait konfederasi diduga diangkat oleh utusan AS, Jason Greenblatt, dan Jared Kushner dalam pertemuan-pertemuan dengan Presiden Otoritas Palestina (PA) Mahmoud Abbas dan Raja Abdullah dari Jordania. Di bawah perjanjian yang diusulkan, pasukan keamanan Jordania akan bertanggungjawab melindungi Tepi Barat dan perbatasan antara ‘Israel’ dan konfederasi, sebuah langkah yang dipandang sebagai upaya untuk menjadikan Kerajaan Hashimiyah “penjaga perbatasan Israel”. Namun, perjanjian yang diusulkan “meninggalkan ketidakpastian status masa depan Lembah Jordania, yang Israel selalu bersikeras agar wilayah itu tetap di bawah kekuasaannya.”
Saran itu diungkapkan kemarin setelah Abbas bertemu dengan delegasi dari NGO Israel Peace Now di Ramallah, di Tepi Barat yang terjajah. Sebagai tanggapan, Abbas mengatakan pada Kushner dan Greenblatt: “Ya, Saya menginginkan konfederasi tiga-arah dengan Jordania dan Israel,” lapor Times of (ToI), menambahkan bahwa “kantor Perdana Menteri dan Kementrian Luar Negeri [Palestina] menolak untuk mengomentari pernyataan Abbas,” ujarnya dikutip Middle East Monitor (MEMO).
Mengomentari hal itu, utusan AS Jason Greenblatt merilis pernyataan mengatakan: “Selama 19 bulan terakhir kami telah menyelidiki semua pihak terkait mengenai banyak ide dan kemungkinan” namun menekankan bahwa “kami tidak akan mendiskusikan ide-ide spesifik atau perbincangan pribadi yang mungkin atau belum mungkin dimiliki oleh para pemimpin di wilayah ini,” ToI melaporkan.
Gagasan terkait federasi Palestina-Jordania telah dimunculkan berulangkali dan seringkali didukung oleh pihak-pihak yang menolak Palestina merdeka. Para pendukung gagasan ini berdalih banyaknya jumlah warga Palestina yang tinggal di Jordania – diperkirakan lebih dari dua juta pengungsi yang terdaftar menurut UNRWA. Selain itu 10.000 pengungsi Palestina dari Suriah yang menyelamatkan diri dari perang sipil Suriah juga telah meminta bantuan UNRWA di Jordania.
Namun, meski secara resmi memiliki kewarganegaraan penuh Jordania, organisasi HAM Human Rights Watch (HRW) melaporkan banyak warga Palestina yang tinggal di Jordania telah ditarik kewarganegaraan mereka selama sedekade terakhir, menyebabkan mereka tidak memiliki kewarganegaraan. HRW menafsirkan penolakan kewarganegaraan ini sebagai bukti atas niat untuk mengembalikan warga Palestina ke Tepi Barat jika terjadi kesepakatan damai dengan ‘Israel’.
Secara resmi Kerajaan Hasyimiyah Jordania menjaga hubungan dekat baik dengan Israel dan Otoritas Palestina dan mempertahankan perawatannya atas Masjid Al-Aqsha dan tanah Waqaf lainnya. Jordania sebelumnya mengelola Tepi Barat dan Jerusalem Timur hingga keduanya dijajah oleh ‘Israel’ sejak Perang Enam Hari tahun 1967.*/Nashirul Haq AR