Hidayatullah.com—Orang-orang Palestina telah menyatakan kekecawaannya menyusul kesepakatan normalisasi hubungan antara Uni Emirat Arab dan Zionis Israel. Kata-kata “pengkhianatan” bergema di seluruh wilayah Palestina pada hari Jumat (14/8/2020).
Para pemimpin Palestina, dari Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas dari Fatah sekuler yang dianggap moderat oleh ‘Israel’ hingga pemimpin Hamas yang gigih melawan penjajahan, mereka hanya memiliki satu kata di bibir; pegkhianatan.
UEA dianggap telah mengorbankan perjuangan Palestina. Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas dan Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh telah melakukan pembicaraan membahas tanggapan atas kesepakatan UEA-Zionis.
Palestina juga menyerukan pertemuan darurat Liga Arab dan Organisasi Kerjasama Islam untuk mendukung perjuangan mereka.
Putra Mahkota UEA Mohammed bin Zayed Al-Nahyan dan para pejabat Abu Dhabi mengklaim bahwa kesepakatan normalisasi UEA-Zionis akan menghentikan pencaplokan Tepi Barat. Tapi di waktu yang sama Perdana Menteri ‘Israel’ menegaskan pencaplokan tetap akan berjalan.
Seorang analis dari the Institute for National Security Studies di Tel Aviv, Yoel Guzansky mengatakan bahwa UEA mencoba menjual narasi jika mereka melakukan ini untuk menghentikan pencaplokan.
“Orang-orang Palestina sangat marah, mereka melihat diri mereka dicampakkan oleh Sheikh Mohamed bin Zayed, penguasa de facto UEA,” katanya dikutip dari The New Arab.
Pencaplokan pemukiman yang tersisa secuil milik orang-orang Palestina di sekitar Masjid Al-Aqsha di Tepi Barat dan Lembah Jordan akan membuat peta Palestina hilang di wilayah itu.
Ali Jarbawi, mantan menteri dan profesor di Universitas Birzeit Tepi Barat mengatakan bahwa perjuangan Palestina tidak lagi sentral dalam politik regional.
“Palestina sekarang menghadapi salah satu masa tersulit dalam sejarah mereka, dan pilihan mereka terbatas,” katanya kepada AFP .
Seorang warga di Ramallah Tepi Barat tak bisa menahan luapan amarahnya. Jihad Hussein menentang sikap UEA yang merupakan bagian dari negara Arab.
“Rakyat Palestina telah ditikam dari belakang oleh kepemimpinan UEA, tetapi baik kesepakatan ini maupun hal lain tidak akan merusak keinginan kami untuk memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan,” katanya.*