Hidayatullah.com–Bagi orangtua pada umumnya, rasanya mustahil anak Balita (Bawah Lima Tahun) mereka bisa khatam membaca al-Qur’an, apalagi sampai sebanyak 3 hingga 4 kali. Tetapi hal itu tak berlaku untuk anak-anak Dr. Sarmini, Lc., M.A.
Didikan langsung darinya melahirkan empat anak—3 putri, 1 putra—yang mampu mengkhatamkan bacaan al-Qur’an sejak usia 4 tahun. Bahkan 2 hingga 3 tahun setelahnya, mereka mampu menghafalnya. Saudah, putri pertamanya jadi hafizhah umur 7 tahun. Atikah dan Nusaibah, putri kedua dan ketiganya, selesai 30 juz usia 8 tahun. Lalu, putra bungsunya, Abdullah, menyusul bahkan jauh lebih cepat. Ia hafal al-Qur’an 30 juz umur 6 tahun 3 bulan.
Untuk mengajari balita membaca al-Qur’an, Sarmini menciptakan metode khusus. Utrujah namanya. Diambil dari nama buah yang rasa dan aromanya sedap. Orang yang membaca serta mengamalkan al-Qur’an, laksana utrujah. Begitulah harapan Dosen bahasa Arab Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta ini.
Lantas, apa yang melatarbelakangi Sarmini menciptakan metode utrujah? Seperti apa kisah perjalanannya dalam mengajari keempat anaknya sampai khatam baca serta hafal al-Qur’an dalam usia belia? Kepada Achmad Fazeri, wartawan Hidayatulla.com, istri dari Hari Susanto ini berbagi kisah serta pengalamannya dalam obrolan santai melalui video teleconference, beberapa waktu lalu.
Berikut petikan selengkapnya:
Apa yang melatarbelakangi Anda menciptakan metode utrujah?
Sejak Madrasah Aliyah (MA) saya berazam di dalam hati, saya belajar untuk anak-anak dan masyarakat. Anak-anak belajar ngaji harus dari tangan saya sendiri. Lalu, seiring waktu, ketika kuliah, azam termasuk cita-cita saya makin mengkristal. Saya ingin anak-anak hafal al-Qur’an sejak usia dini.
Karena banyak ulama terdahulu hafal al-Qur’annya usia dini. Ada yang 7 tahun, 8 tahun, 10 tahun, dan seterusnya. Dari situ, kemudian saya bikin sebuah “desain”. Anak-anak sudah harus khatam membaca al-Qur’an ketika balita. Usia SD, mereka sudah harus hafal al-Qur’an 30 juz. Motivasi saya, ingin mengikuti perjalanan para ulama terdahulu: kecil-kecil hafal al-Quran.
Bagaimana Anda memulainya?
Ketika memulai modalnya hanya dengan azam. Metode utrujah bukan dari studi pustaka, mencari, mengkomparasi, membukukan, serta mempraktikan. Tetapi berangkat dari azam. Setelah memiliki anak pertama, saatnya mewujudkan azam itu. Saya praktikan. Coba dengan cara begini, atau begitu, mana yang cocok. Dan alhamdulillah, Allah SWT memberikan taufiq-Nya. Anak pertama saya selesai khatam baca al-Qur’an sebelum usia 5 tahun.
Lalu, saya coba ke anak kedua, ketiga, keempat. Bahkan, semakin ke sini, semakin lebih baik. Artinya, saya mendapat tambahan pengalaman-pengalaman baru. Dari situ, kemudian saya tulis menjadi buku. Nama utrujah sendiri muncul, ketika saya membimbing anak ketiga. Utrujah itu untuk metode membacanya.
Ada yang bilang metodenya sederhana, murah, cepat, dan mudah?
Sederhana dan murah karena minim fasilitas atau properti. Kendati murah tetapi berkualitas. Mungkin yang membuat terasa mudah, karena anak-anak tidak kita bebani untuk menghafal. Misalnya ini harus dihafalkan. Nggak begitu. Tetapi kita bimbing secara bertahap sesuai dengan kemampuan dan tumbuh kembang anak.
Contoh, anak pra al-Qur’an yang belum bisa membaca al-Qur’an tidak kita ajarkan teori seperti fatkhah, mad ataupun hukum-hukum tajwid. Kita stimulan saja untuk mendengar-menirukan, mendengar-menirukan. Kita coba cara sebanyak mungkin sampai akhirnya ketemulah yang cepat. Sehingga begitu mereka latihan membaca ka-ta-ba atau ku-ru-ba, tidak sedang menghafalkan. Proses mengingat mereka itu natural. Tidak perlu SOP ini, studi ini studi itu. Jadi, mereka cepat dalam membaca dan menghafal al-Qur’an karena belajar sambil praktik.
Anak usia 2,5 atau 3 tahun atau yang bicaranya sudah jelas, saat diajari membaca al-Qur’an, mereka bisa membaca juga menghafal. Jadi tidak di-talaqi hingga hafal. Hari ini kita talaqi beberapa kali, besok murojaah bareng, talaqi baru lagi. Esoknya juga seperti itu. Alhamdulillah, dari 2-3 tiga baris, lama-lama 10-15 baris, setengah halaman, dan seterusnya. Yang saat di-talaqi belum hafal, karena sering murojaah lama-lama hafal sendiri. Mereka tidak kita beri beban menghafal, tetapi dibimbing dan didampingi. Di situlah bentuk simpelnya dari metode utrujah.
Bagaimana dengan menghafal al-Qur’an?
Adapun untuk menghafal kenapa bisa cepat? Karena, dilakukan secara rutin serta intensif. Saya nggak pernah membatasi waktu untuk belajar al-Qur’an. Belajar itu sepanjang hari. Bukan lamanya duduk, tapi seringnya kita ketemu dengan materi lewat mendengar-menirukan.
Contohnya, kenapa anak saya nomor 4 bisa selesai hafal al-Qur’an 30 juz umur 6 tahun 3 bulan? Karena, dari sejak bangun tidur sampai tidur lagi, selain bermain, makan, serta mandi, al-Qur’an lagi, al-Qur’an lagi. Itu yang sebenarnya membuat cepat. Jadi, kita nggak ada istilah habis Maghrib atau habis Shubuh doang. Nggak begitu. Bahkan bangun sebelum Shubuh, kadang langsung al-Qur’an. Break shalat Shubuh, mandi, al-Qur’an lagi. Break, sarapan, lalu al-Qur’an lagi. Dan seterusnya seperti itu.
Bagaimana untuk anak setingkat SD atau SMP?
Untuk anak SD, SMP ataupun dewasa kita punya pendekatan yang berbeda. Kalau sudah bisa membaca al-Qur’an, tapi belum pernah menghafal, tidak langsung kita minta setoran hafalan. Karena orang belum pernah menghafal, belum memahami fokus. Nah, tugas kita bagaimana menjadikan anak fokus bersama al-Qur’an, tidak bosan, dan tidak capek membaca al-Qur’an.
Jadi kita ajarkan anak hanya untuk mendengar-menirukan mendengar-menirukan. Sehingga tanpa disadari otak mereka sudah terbiasa untuk fokus dan tak perlu lagi di-talaqi bacaan, tapi bisa setor hafalan dengan tetap dibimbing serta didampingi. Perlahan dilepas. Ketika kesulitan karena ayatnya panjang, didampingi lagi sampai mereka mampu setor langsung 1 halaman dengan maksimal 2 kesalahan. Ini yang sistem menghafal. Murid-murid saya usia SD rata-rata 1,5 tahun selesai hafalan 30 juz. Umur 2 tahun agak sedikit. Dan seterusnya.
Apakah ada perangkat khusus seperti buku Iqra’ atau sebagainya?
Ada poster khusus yang didesain. Kami ajarkan cara membuat posternya. Artinya, kalau pun mau beli kami menyediakan, tapi kalau mau bikin sendiri juga gampang dan simpel.
Kenapa poster?
Karena poster adalah buku yang terbuka sepanjang waktu. Anak bisa melihatnya kapan saja dan di mana saja, ketika kita tempel di dinding-dinding rumah.
Bentuk posternya seperti apa?
Kami tidak merekomendasikan urutan dengan alif–ba’–ta’ sebab mirip gambarnya. Langkah seperti itu, tak bisa dikenali dengan baik perbedaan hurufnya oleh balita. Karena yang pertama kali berkembang, otak kanan. Sehingga saya pun melakukan pendekatan berbeda. Prinsipnya dimulai dari yang paling mudah, cukup sulit, sulit dan paling sulit. Ada kriterianya masing-masing. Itulah salah satu pedoman untuk membuat poster metode utrujah. Kami siap mengajari cara membuatnya.
Bagaimana tipsnya agar balita cinta dan senang belajar membaca al-Qur’an?
Itu sudah saya bahas di buku Balitaku Khatam al-Qur’an. Di antaranya melibatkan mereka untuk membuat peraga (poster), mendahulukan huruf yang mudah, kalau belum mampu maka kita skip dulu. Contoh kita ajari huruf za tapi dibaca ra’ terus oleh anak. Maka, belajar za kita tunda dulu, ganti dengan huruf lain yang mudah.
Lalu dengan buku yang selalu terbuka (poster) memudahkan anak melihatnya tiap hari berkali-kali. Karena kita tidak menuntut anak untuk menghafal, tetapi setelah sekian kali melihat poster dengan sendirinya dan merasa ringan kemudian banyak anak yang senang belajar al-Qur’an. Termasuk juga, tidak mengkhususkan belajar al-Qur’an hanya pada waktu-waktu tertentu.
Bagaimana jika orangtua merasa jenuh, termasuk juga anak-anak?
Saya pribadi tak pernah memikirkan apakah saya jenuh, bosan, atau tidak. Nggak pernah terlintas dalam benak. Kalau kita nggak bosan, insyaAllah anak juga nggak bosan. Tetapi jika kita sendiri jenuh, itu juga akan terasa ke anak. Kalau kita terus semangat serta mencari solusi, anak juga akan merasakan betapa perjuangan dan gigihnya kita untuk membuat mereka nyaman belajar dan sebagainya.
Anak itu tidak merasakan jenuh, bosan atau susah. Yang merasakan itu orangtua. Orangtua kadang belum menjalani, hanya melihat, mentalnya sudah bilang susah, jenuh, dan seterusnya.
Jadi, dalam sehari bisa berapa jam untuk belajar al-Qur’an?
Ya maksimal bisa sampai 10 jam, minimal sekitar 8 jam.
Kapan waktu yang tepat untuk mengajarkan tajwid dan makhrajul huruf?
Untuk murid pra al-Qur’an belum belajar itu, tetapi untuk makhraj, anak-anak itu kan peniru ulung. Kalau diajari huruf tsa, nggak usah diterangkan, cukup melihat, mendengar, dan menirukan. Untuk balita jauhi teori dan istilah. Tajwid dikenalkan secara bertahap ketika anak sudah mengerti dan mampu berpikir.
Seberapa penting mengajarkan Qur’an pada anak sejak usia dini?
Bagi saya itu sebuah keharusan. Tidak bisa ditawar lagi. Instal terbaik untuk anak-anak sejak kecil itu al-Qur’an. Sebab fungsinya sangat banyak meliputi menangkal bala’, menjernihkan dan mencerdaskan pikiran. Teramat banyak kebaikan lainnya. Sehingga kerugian bagi orang-orang yang menundanya. ‘Masa emas’ kalau berlalu sudah tidak bisa ditarik lagi.
Apa pernah menghadapi tantangan yang sangat berat. Bagaimana solusinya?
Tantangan pasti selalu ada. Solusi yang biasa saya lakukan pertama kembali pada Allah SWT, minta doa baik dalam sujud, setelah shalat Hajat, atau lainnya. Kedua, sedekah di waktu-waktu sulit. Ini jadi solusi andalan. Karena anak adalah investasi paling berharga. Lalu, ketiga belajar dan belajar lagi.* >> Bersambung..”Saya tersesat di jalan yang benar”