Hidayatullah.com—Seorang laki-laki berjanggut kelabu dan mata tajam, memegang botol air mineral dan mengisi sebuah cangkir logam sampai penuh. “Pergilah Anda ke sana,” katanya, sambil menyerahkan wadah kepada seorang petani dengan lumpur masih menempel di bajunyta. “Minum, saudaraku, minum,” katanya. “Semoga Allah melindungi Anda!”
Di tenda, ada spanduk bertulisan kata-kata “Allahu Akbar“, ditulis dalam bahasa Arab.
Seorang anak muda menelan air liurnya sewaktu laki-laki yang lebih tua memberikan cangkir minuman pada orang berikutnya yang sedang antri. Ratusan orang sudah berbaris tanpa pamrih hanya untuk mendapatkan air minum bersih.
Di sebuah stasiun bantuan di pinggiran Charsadda, kota di sebelah barat laut, agen kemanusiaan mengumpulkan pakaian bekas untuk korban banjir. Jangan keliru, mereka bukan lembaga yang berbentuk LSM kemanusiaan atau lembaga pemerintah, tapi sebuah kelompok Islam yang dituduh Barat sebagaai kelompok garis keras. Itu merupakan bagian dari upaya sebuah kelompok Islam dalam menangani banjir di Pakistan.
***
Di tempat terpisah, hari Rabu, (18/8), Pemimpin Katolik Roma, Paus Benedictus XVI meminta kaum Kristen dan masyarakat internasional untuk menunjukkan rasa solidaritas dan bantuan kepada korban banjir di Pakistan yang kini masih belum tertangani.
Berbicara di depan 2000 peziarah di Castel Gandolfo, Paus mengatakan, pikirannya beralih pada “orang-orang Pakistan disayangi” yang telah diterjang banjir dan telah menyebab banyak korban tersebut .
Paus telah melakukan imbauan kepada umat Kristen dan masyarakat internasional untuk menunjukkan solidaritas dan dukungan kepada para korban banjir di Pakistan.
“Ketika aku mempercayakan kepada kebaikan Tuhan yang telah bermurah hati pada semua mereka yang telah pergi secara tragis, aku menyatakan kedekatan ruhaniku kepada keluarga-keluarga mereka dan semua yang menderita karena bencana ini. Solidaritas kami dan dukungan nyata dari masyarakat internasional tidak boleh berkurang untuk semua saudara/saudari kami!” ujar Paus, sebagaimana dikutip AKI-Adnkronos Internasional.
Selang beberapa lama, PBB mengajukan 459.000.000 dolar untuk bantuan darurat. Sejauh ini 40% dari dana telah terkumpul.
Selain PBB, persatuan gereja-gereja Kanada ikut mengeluarkan imbauan pada jemaatnya untuk menanggulangi banjir di Pakistan. Melalui program “Pakistan Flood Relief”, anggota jemaat gereja mengumpulkan donasinya untuk korban banjir.
Anggota ACT Alliance (jaringan gereja dan lembaga bantuan Kristen yang menangani masalah kedaruratan) langsung menuju lokasi, guna membantu mereka yang terkena dampak banjir. United Church of Canada (UcD), dengan anggota lain dari ACT, sedang memantau krisis dan telah memberikan kontribusi dana untuk mendukung ACT.
Sebagai hasil dari sumbangan yang dilakukan oleh anggotanya, United Church of Canada (UcD) mengirim $ 25.000 setelah berita awal krisis, dan mengirim tambahan sebesar $ 40.000. Anggota ACT Pakistan bekerja dengan tekun memberikan bantuan, termasuk makanan, air, tenda, peralatan dapur, peralatan kebersihan, kelambu, dan perawatan darurat medis.
UCD juga telah memberikan kontribusi $ 75.000 melalui Bank Foodgrains Kanada (CFGB). Dana akan dipakai untuk proyek CFGB yang didukung oleh anggota yang akan menyediakan kotak berisi nasi, kacang, tepung, minyak, gula, garam, teh, dan bumbu.
UCD juga menerima sumbangan ‘dana tanggap darurat’ guna mendukung ACT dalam memberikan respon yang terkoordinasi dengan organisasi gereja lainnya.
Selain, LSM gereja lain juga ikut membantu. Badan kemanusiaan gereja, Church World Service (CWS) mengumumkan kepada rakyat Amerika Serikat guna melakukan penggalangan dana secara internasional.
Badan ini melaporkan telah menyediakan paket makanan, bahan hunian sementara, dan bantuan non-pangan. Selain itu, satu unit kesehatan keliling telah dikirim guna memberikan layanan darurat kesehatan di wilayah Balakot, Banna, dan di Sibbi.
Senior Project Officer CWS Pakistan, Salim Dominic di Sibbi, Balochistan melaporkan situasi medan. “Makanan adalah kebutuhan pertama, kebersihan dan tempat tinggal kebutuhan berikutnya. Rumah yang hancur dan air di rumah-rumah, menimbulkan risiko kesehatan,” kata Dominic.
CWS adalah organisasi pertama yang mendistribusikan makanan di Sibbi, “orang-orang sangat berterima kasih,” kata Dominic dikutip Reuters.
Upaya awal CWS, menyertakan 500 makanan dan tempat tinggal di Sibbi. CWS juga berencana untuk memberikan bantuan darurat kepada 70.000 orang di Lembah Swat, di Khan, Sibbi, dan Kohistan, termasuk bantuan pangan untuk 35.000 orang, bantuan rumah tinggal darurat untuk memenuhi 17.500 orang, dan akses kesehatan keliliing untuk 17.500 orang di Mansehra dan Swat.
Church World Service (CWS) telah bekerja di Pakistan selama lebih dari lima decade. Bersama ACT, selain memberikan layanan kemanusiaan juga memberikan advokasi kesehatan. ACT dan CWS menyadari, kerja ini akan memakan waktu bertahun-tahun. UCD bahkan telah menyiapkan kerja jangka panjang. Layanan bantuan dari lembaga gereja ini mendapat promosi dari beberapa media asing.
Sinis untuk Taliban
Sementara media-media asing begitu antusia mempromosikan kerja bantuan kemanusiaan asal gereja ini, di tempat yang sama, para pejuang Taliban justru mendapat sorotan negatif.
Bantuan kemanusiaan yang dilakukan para pejuang Taliban di wilayah musibah justru ditanggapi media Jerman sebagai bentuk cari muka kepada penduduk.
“Kondisi mengenaskan di wilayah bencana di Pakistan memicu perlombaan di antara kelompok radikal untuk menyalurkan bantuan dan merebut simpati penduduk,” tulis Kai Küstner dari Deutsche Welle (DW).
Media asing ini menilai, kedatangan kelompok Islam ini untuk membantu korban musibah banjir dinilai menambah permasalahan menjadi semakin rumit.
“Di tengah banjir besar di Pakistan, kelompok fundamentalis berpacu dengan waktu, agar dapat segera menolong para korban yang terancam luapan air banjir, kekurangan makanan, air ataupun obat-obatan. Bencana dan derita korban memicu perlombaan untuk merebut simpati dan akal sehat masyarakat, “ tulisnya dengan sinis.
Lebih jauh, DW meminta negara-negara Barat dan pemerintah Pakistan untuk bergerak cepat bila ingin menang dalam perlombaan merebut hati dan akal sehat masyarakat.
Menurutnya, Pakistan, bagaimanapun juga, harus berjuang bertahun-tahun untuk menghadapi dampak bencana banjir besar itu. Karena itu, menguatnya bantuan kelompok Islam nilai hanya akan mempersulit permasalahan.
“Di sini, yang benar-benar lebih berbahaya dan yang dampaknya diperkirakan akan jauh meluas adalah sesuatu yang lain, yakni upaya ektrimis religius, yang tidak serta merta harus Taliban, untuk menawarkan jasa sebagai tenaga bantuan. Korban banjir dapat dikatakan disodori tawaran sebuah paket menyeluruh, yang berisikan sedikit pangan, sedikit obat-obatan, dan sebuah pesan politik,” tambahnya.
Sayangnya, media asing ini tak memempertanyakan hal serupa tentang motif kelompok-kelompok gereja ketika ikut membantu.
Sebagaimana diketahui, selain lembaga internasional, beberapa kelompok Islam tak kalah cepat datang ke lokasi banjir Pakistan guna menyalurkan bantuan.
Jamaatud-Da’wa (JuD), sebuah organisasi Islam yang punya hubungan dengan Lashkar-e-Taiba, kelompok yang dituduh terlibat atas serangan 2008 di Mumbai, mengatakan telah menerjunkan 2.000 anggota yang bekerja membantu korban banjir di barat laut negara itu.
Beberapa media asing menilai, mereka telah mampu memenangkan hati dan pikiran penduduk.
“Saya tak bisa memastikan itu kelompok Taliban, tapi biasanya kelompok-kelompok keagamaan cepat memberikan bantuan. Mereka selalu paling dulu dalam soal-soal seperti ini,” begitu pengalaman seorang petugas organisasi bantuan yang tak mau disebut namanya.
Menurut harian New York Times, kardus-kardus bantuan yang mereka bagi, bertuliskan pesan: “Jangan percaya pada pemerintah dan sekutu Baratnya.”
Selain bantuan dari pejuang Taliban dan Lashkar e-Taiba, di Pakistan selalu banyak kelompok agama yang segera turun tangan memberikan bantuan, sambil menyampaikan sebuah pesan politik. Seperti saat bencana gempa bumi 2005.
Taliban mengabarkan akan mengumpulkan dana sebesar $ 20 juta dari uang sendiri, jumlah yang sangat rendah mengingat bahwa biaya kerusakan banjir mungkin total miliaran.
Yaya Mujahid, jurubicara Jud, mengatakan, kelompoknya juga bekerja dengan Falah-e-Insaniyat. “Kami hadir untuk membantu di semua tempat di mana air banjir telah pergi,” kata Mujahid.
Tetapi, tantangan pengadilan berikut oleh pemimpin kelompok, Hafiz Saeed, dengan berhasil mengemukakan bahwa tak ada perintah hukum yang sebenarnya sudah diberikan. JuD juga aktif dalam upaya bantuan setelah gempa bumi 2005 besar di Pakistan utara, bahkan memenangkan pujian internasional atas pekerjaanya. Termasuk merawat pengungsi dari lembah Swat tahun lalu ketika tentara melancarkan operasi untuk merebut kembali daerah wilayah Taliban itu.
Selain JuD, kelompok Islam lain, Al-Khidmat Foundation, ikut membantu korban banjir. Al-Khidmat merupakan bagian dari arus utama partai Jamaat Islami, Pakistan.
“Pemerintah lumpuh,” kata Javed Khan, kepala cabang Al-Khidmat. “Seluruh Provinsi dalam kesulitan dan pihak berwenang tidak ada.”
Di sebuah sekolah, di desa dekat Arbab Korna, Naila Fazli Rabi, seorang wanita 18 tahun yang telah diberi bantuan mengatakan, “Al-Khidmat membantu kami, pemerintah tak memberikan kami apa-apa,” kata Rabi. “Kami telah menghabiskan 3m rupee (£ 23,000) di rumah. Sekarang kami tidak bisa membangun kembali mimpi itu. Aku bahkan tidak memiliki 30 rupee.”
Seorang pejabat senior administrasi Charsadda, Kamran Rehman Khan, mengatakan bahwa sekitar 500.000 orang telah terkena dampak banjir di daerahnya sendiri, dari populasi 1,7 juta.
Namun dia mengatakan, tidak mengetahui kegiatan Falah e-Insaniyat atau Jamaatud-Da’wa di daerah tersebut. “Besarnya masalah, adalah seperti yang ada pemerintah di dunia, yang akan berjuang untuk mengatasinya,” kata Khan. “Kami tidak siap untuk suatu bencana besar.”
Pada bencana gempa bumi 2005, di sejumlah lokasi, kelompok seperti ini lebih cepat mengulurkan bantuan pertama ketimbang pemerintah dan organisasi bantuan internasional lainnya. Kenyataan seperti ini nampaknya membuat media asing dan Barat begitu mengkhawatirkan.
Selama lebih dari tiga minggu seluruh wilayah Pakistan sudah terkena musim hujan intensitas yang luar biasa, menghancurkan rumah dan tanaman. Diperkirakan setidaknya seperlima penduduk negara ini terendam air, lebih dari 20 juta orang telah kehilangan tempat tinggal, dan setidaknya 1.600 meninggal.
Komitmen pemerintah dan militer, serta organisasi-organisasi internasional, telah terhambat oleh kerusakan infrastruktur. Jalan dan jembatan hanyut atau tertutup oleh tanah longsor. Menurut beberapa LSM, paling sedikit 6 juta orang membutuhkan bantuan darurat, sementara ratusan ribu belum menerima apa pun, karena kesulitan komunikasi.
Orang-orang telah kehilangan segalanya dalam bencana — tanaman, benih, mesin pertanian, rumah –bahkan mungkin—resiko kelaparan dan kematian jutaan orang. Menurut sensus terbaru, 97 penduduk Pakistan adalah kaum muslim. Karenanya kecil kemungkinan kelompok Islam tak ikut ambil bagian dari musibah ini. Tapi mengapa media asing dan Barat begitu meresahkannya? [uc/asn/rtr/spiegel/cha/hidayatullah.com]
Foto: AP Photo